Hukum
Pembuktian
DASAR
HUKUM/PENGATURAN
1.
Hierziene Inlandse Reglement (HIR)
Stb.
1941 No. 44 (untuk jawa dan Madura)
2.
Rechtreglement Buitengewesten (RBg)
Stb.
1927 No. 227 (untuk luar jawa dan Madura)
3.
Reglement op de Burgelijke Rechtvordering (Rv)
Stb.
1847 No. 52 dan Stb. 1848 No. 63
4.
Buku ke-4 KUHPerdata (Stb. 1847 No. 23)
5.
Ketentuan setelah Proklamasi Kemerdekaan seperti :
a.
UU No. 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
b.
UU No. 2/1986 tentang Peradilan Umum.
c.
UU No. 14/1985 tentang MA. RI
TEORI
1.
Teori yang bersifat SUBYEKTIF
Dalil-dalil
yang didasarkan pada pelanggaran hak subjektif atau siapa yang menyangkal
adanya hak Subyektif harus membuktikan tiadanya hak subyektif tersebut.
2.
Teori yang bersifat OBYEKTIF
Dalil-dalil
yang didasarkan pada hukum objektif/ UU
3.
Teori yang bersifat KEPATUTAN
Kedudukan
Penggugat dan Tergugat sama (Equality before the law)
4.
Teori HUKUM ACARA
Asas
“ Audi et Alteram Partem”
5.
Teori yang bersifat hukum PUBLIK
PENGERTIAN
PEMBUKTIAN
1.
Menurut Prof. Soepomo
-
Dalam arti luas membuktikan berarti, membenarkan hubungan hukum yaitu
memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah.
-
Dalam arti terbatas berarti hanya diperlukan jika apa yang dikemukakan oleh
Penggugat itu dibantah Tergugat. Dan apa yang tidak dibantah oleh Tergugat
tidak perlu dibuktikan. Artinya kebenaran yang tidak dibantah itu, tidak perlu
dibuktikan.
2.
Menurut Prof. Soebekti
Meyakinkan
pada hakim, tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu
persengketaan. Maka terlihat bahwa pembuktian itu hanya diperlukan dalam
persengketaan perkara.
3.
Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo
a.Dalam
arti Logos, berdasarkan suatu axioma yaitu suatu asas umum yang dikenal dalam
ilmu pengetahuan, dimungkinkan adanya pembuktian yang bersifat mutlak yang
tidak dimungkinkan adanya bukti lawanDDalam arti Konvensional, memberikan
kepastian nisbi dengan tingkatan-tingkatan,
=
Conviction intime, kepastian berdasarkan atas
perasaan
yang bersifat intvitif.
=
Conviction Rational, kepastian yangdidasarkan
pertimbangan
awal.
b.Dalam
arti Yuridis, Dalam ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis
dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup kemungkinan akan bukti
lawan. Akan tetapi merupakan pembuktian yang konvensionil bersifat khusus.
Pembuktian ini hanya berlaku bagi para pihak yang berperkara atau yang
memperoleh hak dari mereka. Maka Pembuktian dalam arti Yuridis, berarti Memberikan
dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan
guna memberikan kepastian tentang peristiwa yang diajukan.
4.
Dasar Hukum :
a)
Pasal 163 HIR,
Barang
siapa yang mengatakan mempunyai barang suatu hak, atau menyebutkan suatu
kejadian atau meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka
orang itu harus membuktikan adanya haknya itu atau adanya kejadian itu
b)
Pasal 1865 KUHPerdata,
Setiap
orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya
sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa,
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
c)
Pasal 164 HIR,
Yang
disebut alat-alat bukti yaitu :
c.1
Bukti tulisan,
c.2
Bukti saksi,
c.3
Persangkaan,
c.4
Pengakuan,
c.5
Sumpah.
d)
Pasal 1866 KUHPerdata,
Yang
disebut alat-alat bukti yaitu :
d.1
Bukti tulisan,
d.2
Bukti saksi,
d.3
Persangkaan,
d.4
Pengakuan,
d.5
Sumpah.
BUKTI
TULISAN
PASAL
1867 KUHPerdata;
Pembuktian
dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan
tulisan-tulisan dibawah tangan.
PASAL
1868 KUHPerdata;
Suatu
akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh
Undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa
untuk itu di tempat dimana akta dibuat.
PASAL
1874 KUHPerdata;
Sebagai
tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah
tangan, surat-surat, register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain
tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum ……….
Kekuatan
Pembuktian akta :
1.
Akta otentik, Pembuktian sempurna (Ps. 1870 KUHPer, 165 HIR, 285 RBg)
2.
Akta dibawah tangan,
-
Diakui, Ps. 1875 KUHPer, Pembuktian sempurna.
-
Dipungkiri, Ps. 1877 KUHPer, diperiksa dipersidangan oleh hakim
PEMBUKTIAN
DENGAN SAKSI
1.
DASAR HUKUM
Pasal
139 s.d. 152, Ps. 168 s.d. 178 HIR,
Pasal
165 s.d. 179 RBg.
Pasal
1895, Pasal 1902 s.d. 1912 KUHPerdata.
2.
PENGERTIAN
Kesaksian
adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di depan persidangan tentang
peristiwa yang disengketakan dengan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh
orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara.
Keterangan
tentang peristiwa atau kejadian itu yang dialaminya sendiri, sedang pendapat
atau dugaan yang diperoleh dari berpikir tidak merupakan kesaksian.
3.
LARANGAN SEBAGAI SAKSI
a.
Absolute
Ø
Keluarga sedarah atau semenda menurut keturunan lurus dari salah satu pihak.
(Pasal 145 ayat (1) HIR., Pasal 172 ayat (1) RBg., Pasal 1910 ayat (1)
KUHPerd.)
Ø
Suami atau isteri salah satu pihak, walaupun sudah bercerai (Pasal 145 ayat 1
sub 3, 4 HIR., Pasal 172 ayat 1 sub 3 RBg., Pasal 1910 KUHPerd..)
Pengecualian
:
-
Kedudukan keperdataan salah satu pihak,
-
Mengenai nafkah yang belum dibayar menurut Buku I
-
Alasan pembebasan atau pemecatan kekuasaan orang
tua/
wali;
-
Perkara persetujuan perburuhan.
b.
Relatif (sebagai petunjuk tidak disumpah)
Ø
Anak kurang dari 15 tahun (Ps. 145 ayat 1, 3 sub 4 HIR, Ps. 172 ayat 1 sub 5
RBg, Ps. 1912 KUHPerd.)
Ø
Orang gila (Ps. 145 ayat 1 sub 4 HIR, Ps. 172 ayat 1 sub 5 RBg, Ps. 1912
KUHPerd.)
PERSANGKAAN
1.
DASAR HUKUM
-
Ps. 1915 s.d. Ps. 1922 KUHPerd.
-
Ps. 173 HIR
2.
PENGERTIAN
Persangkaan
ialah kesimpulan yang oleh Undang-undang atau oleh hakim ditarik dari suatu
peristiwa yang terkenal ke arah suatu peritiwa yang tidak terkenal.
Jenis
: (Ps. 1915 KUHPerd.)
-
Persangkaan yang ditetapkan oleh Undang-undang (Wettelijk vermoden)
-
Persangkaan yang ditetapkan oleh hakim (Rechtelijk vermoden)
PENGAKUAN
1.
DASAR HUKUM
-
Pasal. 1923 s.d. 1928 KUHPerdata
-
Pasal 174 HIR
-
Pasal 312 RBg.
2.
PENGERTIAN
Pengakuan
adalah suatu pernyataan akan kebenaran oleh salah satu pihak yang bersengketa,
tentang apa yang dikemukakan oleh lawannya.
3.
MACAM ; (Ps. 1923 KUHPerd.)
Ø
Menurut Undang-undang
a.
Di muka hakim
-
Merupakan bukti sempurna (Ps. 1925 KUHPerd.)
-
Tak dapat ditarik (Ps. 1926 KUHPerd.)
b.
Di luar sidang
-
Diikuti saksi-saksi (Ps. 1927 KUHPerd.)
Ø
Menurut Ilmu Pengetahuan
-
Pengakuan murni,
-
Pengakuan dengan Klausula
-
Pengakuan dengan Kwalifikasi
SUMPAH
1.
DASAR HUKUM
-
Pasal 155 s.d. 158 HIR,
-
Pasal 17, Pasal 182 s.d. 185 RBg.
-
Pasal 1929 s.d. 1945 KUHPerd.
2.
PENGERTIAN
Sumpah
adalah pernyataan khidmat yang dilakukan oleh salah stu pihak yang berkaitan
dengan agamanya.
3.MACAM
Sumpah
Pemutus (decissoir)
Sumpah
Tambahan (supletoir)
Penerapan
Pembuktian
Pembuktian
dilakukan setelah para pihak melaksanakan tahap replik dan duplik telah selesai
dilakukan. Kesempatan pembuktian pertama diberikan kepada Penggugat lebih
dulu.Dalam praktek kadang-kadang baik bukti tertulis maupun saksi-saksi m baru
kemudian tergugat. Namun ada juga bukti tertulis lebih dulu diberikan kepada
penggugat baru tergugat, kemudian pemeriksaan saksi-saksi dari penggugat
setelah itu baru tergugat. Kalau diperlukan baik atas usulan salah satu pihak
atau atas pertimbangan majelis hakim dapat juga dihadirkan saksi ahli.Dalam
kasus tertentu juga kadangkala ada sidang ditempat lokasi kejadian terjadinya
obyek perkara.
Contoh
akta pembuktian /daftar bukti
Daftar
Bukti Penggugat
Rol
perkara No…../Pdt. G/2000/PN……….
1.
Bukti P-1 : Kwitansi jual beli antara penggugat dengan
tergugat
sebesar
Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
2.
Bukti P-2 : Bukti Giro yang ditolak beserta
keterangannya.
3.
dst……..
4.
……..
Jakarta,
Hormat
kuasa,
(…………………….)
Daftar
Bukti Tergugat
Rol
perkara No…./Pdt.G/2000/PN……….
1.
Bukti T-1 : Akta Notariil Jual beli natara tergugat
dengan
penggugat
yang dibuat diNotaris/PPAT Siraj Sullivan,
SH.,
No3 tanggal………
2.
Bukti T-2 : Surat somasi tergugat tertanggal………
dst
Pekanbaru,
Hormat
kuasa,
(…………………….)
PUTUSAN
PENGERTIAN
Di
bawah ini merupakan pengertian putusan hakim atau pengadilan menurut:
1.
Rubini, S.H. dan Chaidir Ali, S.H., merumuskan bahwa keputusan hakim itu
merupakan suatu akte penutup dari suatu proses perkara dan putusan hakim itu
disebut vonnis yang menurut kesimpulan-kesimpulan terakhir mengenai hukum dari
hakim serta memuat akibat-akibatnya.
2.
Bab I pasal 1 angka 5 Rancangan Undang-undang Hukum Acara Perdata menyebutkan
putusan pengadilan adalah : suatu putusan oleh hakim, sebagai pejabat negara
yang diberi wewenang menjalankan kekuasaan kehakiman, yang dituangkan dalam
bentuk tertulis dan kemudian diucapkan di persidangan serta bertujuan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu gugatan.
3.
Ridwan Syahrani, S.H. memberi batasan putusan pengadilan adalah pernyataan
hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk
menyelesaikan dan mengakhiri perkara perdata.
4.
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., memberi batasan putusan hakim adalah :
suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu,
diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu
perkara atau sengketa antara para pihak.
Surat
Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 5/1959 tanggal 20 April 1959 dan
No. 1/1962 tanggal 7 Maret 1962 menginstuksikan kepada para hakim agar pada
waktu putusan pengadilan tersebut diucapkan, konsep putusan harus telah
dipersiapkan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya perbedaan antara bunyi
putusan yang diucapkan hakim di depan persidangan yang terbuka untuk umum
dengan yang tertulis.
Putusan
hakim harus dibacakan di depan persidangan yang terbuka untuk umum bila hal
tersebut tidak dilaksanakan maka terhadap putusan tersebut terancam batal, akan
tetapi untuk penetapan hal tersebut tidak perlu dilakukan .
Setiap
putusan hakim harus dituangkan secara tertulis dan ditandatangani oleh
ketua sidang dan panitera yang memeriksa perkara tersebut. Berdasarkan pasal
187 HIR apabila ketua sidang berhalangan menandatangani maka putusan itu harus
ditandatangani oleh hakim anggota tertua yang telah ikut memeriksa dan memutus
perkaranya, sednangkan apabila panitera yang berhalangan maka untuk hal tersebut
cukup dicatat saja dalam berita acara.
Berdasarkan
pasal 184 HIR suatu putusan hakim harus berisi :
a.
Suatu keterangan singkat tetapi jelas dari isi gugatan dan jawaban.
b.
Alasan-alasan yang dipakai sebagai dasar dari putusan hakim.
c.
Keputusan hakim tentang pokok perkara dan tentang ongkos perkara.
d.
Keterangan apakah pihak-pihak yang berperkara hadir pada waktu keputusan itu
dijatuhkan.
e.
Kalau keputusan itu didasarkan atas suatu undang-undang, ini harus disebutkan.
f.
Tandatangan hakim dan panitera.
Berdasarkan
pasal 23 UU No. 14/1970, isi keputusan pengadilan selain harus memuat
alasan-alasan dan dasar-dasar putusan, juga harus memuat pula pasal-pasal
tertentu dari perturan–peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis
yang dijadikan dasar untuk mengadili.
BAGIAN
PUTUSAN
Suatu
putusan pengadilan pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
1)
Kepala Putusan
Setiap
putusan pengadilan harus mempunyai kepala putusan yang berbunyi : “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (pasal 4 ayat (1) UU No.
14/1970). Tulisan tersebutlah yang membuat suatu putusan mempunyai kekuatan
eksekutorial, karena bila dapat suatu putusan tidak terdapat tulisan tersebut
maka putusan pengadilan tersebut tidak dapat dilaksanakan (Pasal 224 HIR).
2)
Identitas pihak-pihak yang berperkara
Dalam
putusan pengadilan identitas para pihak yang berperkara harus dimuat
secara
jelas, yaitu nama, alamat, pekerjaan dan sebagainya, serta nama kuasanya bila
yang bersangkutan mengkuasakan kepada orang lain.
3)
Pertimbangan (alasan-alasan)
Bagian
ini merupakan dasar dari suatu putusan terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu,
pertimbangan tentang duduk perkaranya (Feitelijke gronden) adalah tentang apa
yang terjadi di depan pengadilan seringkali gugatan dan jawaban dikutip secara
lengkap dan pertimbangan hukum (rechts gronden) yang menentukan nilai dari
suatu putusan.
Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 638 k/Sip/1969, tanggal 22 Juli 1970 jo
No. 492 k/Sip/1970, tanggal 16 Desember 1970, menyatakan bahwa jika suatu
putusan pengadilan kurang cukup pertimbangannya, hal tersebut dapat dijadikan
alasan untuk mengajukan kasasi yang berakibat batalnya putusan
tersebut.Sedangkan putusan MARI No. 372 k/Sip/1970, tangal 1 September 1971
menyatakan bahwa putusan pengadilan yang didasarkan atas pertimbangan yang
menyimpang dari dasar gugatan haruslah dibatalkan.
4)
Amar (dictum) putusan
Putusan
MARI No. 104 k/Sip/1968, menyatakan bahwa hakim wajib mengadili semua bagian
dari tuntutan, baik dalam kopensi maupun dalam rekopensi, bila tidak maka
putusan tersebut harus dibatalkan. Walaupun demikian hakim tidak boleh
menjatuhkan putusan terhadap sesuatu yang tidak di tuntut (pasal 178 HIR, MARI
No. 399 k/Sip/1969 tanggal 21 Februari 1970 dan MARI No. 1245 k/Sip/1974,
tanggal 9 November 1976).
PENGGOLONGAN
PUTUSAN
Putusan
dapat di golongkan menjadi :
1.
Putusan Sela (Tussenvonnis)
Merupakan
putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir dengan tujuan untuk memungkinkan
atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Semua putusan sela diucapakan
dalam sidang dan merupakan bagian dari berita acara persidangan. Terhadap
salinan otentik dari putusan sela tersebut kedua belah pihak dapat
memperolehnya dari berita acara yang memuat putusan sela tersebut.
Dalam
hukum acara perdata dikenal beberapa macam putusan sela yaitu :
a.
Putusan Preparatoir.
Adalah
putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan guna melancarkan proses
persidangan hingga tercapai putusan akhir.
b.
Putusan Interlocutoir.
Adalah
putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, isi putusan ini mempengaruhi
putusan akhir.
c.
Putusan Incidentieel
Adalah
putusan yang berhubungan dengan insiden, yitu peristiwa yang menghentikan
prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dengan pokok perkara,
masih bersifat formil belum menyangkut materil suatu perkara.
d.
Putusan Provisionieel
Adalah
putusan yang menjawab tuntutan provisi, yaitu permintaan pihak yang berperkara
supaya diadakan tindakan pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak sebelum
putusan akhir dijatuhkan.
2.
Putusan Akhir (eindvonnis)
Merupakan
putusan yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat pemeriksaan tertentu.
Putusan
akhir menurut sifat amarnya (dictumnya), dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu
:
a.
Putusan Declaratoir
Adalah
putusan yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut
hukum. Putusan ini bersifat hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum
semata-mata.
b.
Putusan Constitutief
Adalah
putusan yang menciptakan suatu keadaan hukum baru. Keadaan hukum baru tersebut
dapat berupa meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan
hukum yang baru.
c.
Putusan Condemnatoir
Adalah
putusan yang bersifat menghukum para pihak yang dikalahkan untuk memenuhi
prestasi.
Dalam
praktek sehari-hari dalam suatu putusan akhir terdapat beberapa jenis sifat
putusan, seperti gabungan antara putusan yang bersifat declaratoir dan condemnatoir
atau antara putusan yang bersifat declaratoir dan consitutif dan sebagainya.
PUTUSAN
PERDAMAIAN
Merupakan
putusan yang dijatuhkan hakim yang isinya menghukum para pihak yang berperkara
untuk melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang sebelumnya telah disetujui
oleh para pihak.
Berdasarkan
pasal 130 ayat (2) HIR jo Putusan MARI No. 1038 k/Sip/1973, tanggal 1 Agustus
1973 putusan perdamaian mempunyai kekuatan yang sama seperti putusan hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
PUTUSAN
GUGUR
Putusan
gugur dijatuhkan kepada Penggugat oleh hakim dalam hal Penggugat tidak hadir
pada hari sidang pertama tanpa alasan yang sah dan tidak pula menyuruh wakilnya
untuk hadir padahal penggugat telah dipanggil secara sah dan patut (Pasal 124 HIR).
Tentang
pemanggilan yang sah dan patut telah diatur dalam HIR pasal 122, 388-390 HIR.
Agar tidak terjadi kekeliruan dalam menjatuhkan putusan gugar maka hakim harus
terlebih dahulu dengan teliti memeriksa berita acara pemanggilan para pihak
terutama pihak Penggugat. Bila hakim menemukan bahwa panggilan yang dilakukan
oleh juru sita sebelumnya tidak memenuhi syarat pemanggilan yang sah dan patut
maka hakim harus memerintahkan pada juru sita untuk mengadakan pemanggilan
kembali.
Dalam
menjatuhkan putusan agar hakim tidak mempertimbangkan pokok perkara karena
memang hakim belum memeriksa pokok perkara gugatan melainkan putusan tersebut
dijatuhkan untuk kepentingan tergugat yang hadir di persidangan yang telah
mengorbankan tenaga, waktu dan biaya sedang Penggugat sendiri yang lebih
berkepentingan terhadap gugatannya tidak hadir di persidangan.
Apabila
penggugat hanya hadir pada sidang hari pertama maka terhadap gugatan penggugat
tidak dijatuhi putusan gugur melainkan diputus secara contradictoir.
PUTUSAN
VERSTEK
Putusan
verstek merupakan putusan yang dijatuhkan oleh hakim karena tergugat tidak
hadir pada hari sidang pertama dan tidak mengirimkan wakilnya yang sah walaupun
telah dipenggil secara sah dan patut (pasal 125 HIR).
Apabila
dalam suatu gugatan terdapat lebih dari satu tergugat dan salah satu tergugat
datang pada hari sidang pertama atau bila tergugat atau kuasanya tidak hadir
pada hari sidang pertama tetapi mengirimkan jawaban terhadap gugatan penggugat
maka terhadap gugatan penggugat tersebut tidak dapat diputus secara verstek
melainkan secara contradictoir.
Pasal
125 ayat (1) HIR memuat syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu putusan
verstek dapat dikabulkan :
1.
Tergugat atau para tergugat kesemuanya tidak datang pada hari sidang yang telah
ditentukan.
2.
Ia atau mereka tidak mengirimkan wakil/kuasanya yang sah untuk menghadap
3.
Ia atau mereka kesemuanya telah dipanggil secara saah dan patut
4.
Petitum tidak melawan hukum
5.
Petitum beralasan.
PUTUSAN
SERTA MERTA
Putusan
serta merta merupakan suatu putusan yang dapat dilaksanakan terlebih
dahulu (uit voerbaar bij voorraad) walaupun terhadap putusan tersebut ada
upaya hukum lain (baik upaya hukum biasa maupun luar biasa).Putusan ini diatur
dalam pasal 180 ayat (1) HIR yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri dapat
memerintahkan supaya putusan dijalankan lebih dahulu walaupun ada perlawanan
(verzet) atau banding, jika :
a.
Ada surat otentik atau tulisan di bawah tangan yang menurut undang-undang
mempunyai kekuatan bukti.
b.
Ada putusan pengadilan sebelumnya yang sudah mempunyai kekuatan tetap yang
menguntungkan pihak penggugat dan ada hubungannya dengan gugatan yang
bersangkutan.
c.
Ada gugatan provisionil yang dikabulkan.
d.
Dalam sengketa-sengketa mengenai bezitrechts.
Pada
praktek putusan uit voerbaar bij voorraad sangat sulit dikabulkan karena banyak
menimbulkan kesulitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar