UPAYA HUKUM
PENGERTIAN
Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh
undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu
melawan putusan hakim.
Dalam teori dan praktek kita mengenal ada 2 (dua)
macam upaya hukum yaitu, upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.
Perbedaan yang ada antara keduanya adalah bahwa pada azasnya upaya hukum biasa
menangguhkan eksekusi (kecuali bila terhadap suatu putusan dikabulkan
tuntutan serta mertanya), sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan
eksekusi.
UPAYA HUKUM BIASA
Upaya hukum biasa terdiri dari : banding, kasasi
dan verzet.
1. BANDING
PENGERTIAN
Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang
dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap
suatu putusan Pengadilan Negeri. Para pihak mengajukan banding bila merasa
tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi
melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan.
Sesuai azasnya dengan diajukannya banding maka pelaksanaan
isi putusan Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut
belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi,
kecuali terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad.
DASAR HUKUM
Banding diatur dalam pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk
daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar
Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951
(Undang-undang Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku
lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di
Jawa dan Madura.
Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding
hanya keputusan pengadilan yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena
terhadap penetapan upaya hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi.
TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN BANDING
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah
14 hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari
pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini
diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947 jo pasal 46 UU No.
14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah pasal 46 UU No.
14 tahun 1985.
Apabila jangka waktu pernyatan permohonan banding
telah lewat maka terhadap permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan
Tinggi karena terhadap putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap
telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi.
Pendapat diatas dikuatkan oleh Putusan MARI No. 391
k/Sip/1969, tanggal 25 Oktober 1969, yaitu bahwa Permohonan banding yang
diajukan melalmpaui tenggang waktu menurut undang-undang tidak dapat diterima
dan surat-surat yang diajukan untuk pembuktian dalam pemeriksaan banding tidak
dapat dipertimbangkan. Akan tetapi bila dalam hal perkara perdata permohonan
banding diajukan oleh lebih dari seorang sedang permohonan banding hanya dapat
dinyatakan diterima untuk seorang pembanding, perkara tetap perlu diperiksa
seluruhnya, termasuk kepentingan-kepentingan mereka yang permohonan bandingnya
tidak dapat diterima (Putusan MARI No. 46 k/Sip/1969, tanggal 5 Juni 1971).
PROSEDUR MENGAJUKAN PERMOHONAN BANDING
1. Dinyatakan dihadapan Panitera
Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan, dengan terlebih dahuku
membayar lunas biaya permohonan banding.
2. Permohonan banding dapat
diajukan tertulis atau lisan (pasal 7 UU No. 20/1947) oleh yang berkepentingan
maupun kuasanya.
3. Panitera Pengadilan Negeri
akan membuat akte banding yang memuat hari dan tanggal diterimanya permohonan
banding dan ditandatangani oleh panitera dan pembanding. Permohonan banding
tersebut dicatat dalam Register Induk Perkara Perdata dan Register Banding
Perkara Perdata.
4. Permohonan banding tersebut
oleh panitera diberitahukan kepada pihak lawan paling lambat 14 hari setelah
permohonan banding diterima.
5. Para pihak diberi kesempatan
untuk melihat surat serta berkas perkara di Pengadilan Negeri dalam waktu 14
hari.
6. Walau tidak harus tetapi
pemohon banding berhak mengajukan memori banding sedangkan pihak Terbanding
berhak mengajukan kontra memori banding. Untuk kedua jenis surat ini tidak ada
jangka waktu pengajuannya sepanjang perkara tersebut belum diputus oleh
Pengadilan Tinggi. (Putusan MARI No. 39 k/Sip/1973, tanggal 11 September 1975).
7. Pencabutan permohonan banding
tidak diatur dalam undang-undang sepanjang belum diputuskan oleh Pengadilan
Tinggi pencabutan permohonan banding masih diperbolehkan.
2. KASASI
PENGERTIAN
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang
dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap
suatu putusan Pengadilan Tinggi. Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa
tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.
Kasasi berasal dari perkataan “casser” yang berarti
memecahkan atau membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap
putusan pengadilan dibawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti
putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung
kesalahan dalam penerapan hukumnya.
Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan
hakim yang mengenai hukum, jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai
duduk perkaranya sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat
dianggap sebagai pemeriksaan tinggak ketiga.
ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN KASASI
Alasan mengajukan kasasi menurut pasal 30 UU No.
14/1985 antara lain :
1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan dengan
kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi
bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan.
2) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku.
Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan
hukum baik hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah
penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan
ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum
tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan
oleh pertauran
perundang-undangan yang mengancam kelalaian
itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.
Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah
TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN KASASI
Permohonan kasasi harus sedah disampaikan dalam
jangka waktu 14 hari setelah putusan atau penetepan pengadilan yang dimaksud
diberitahukan kepada Pemohon (pasal 46 ayat(1) UU No. 14/1985), bila tidak
terpenuhi maka permohonan kasasi tidak dapat diterima.
PROSEDUR MENGAJUKAN PERMOHONAN KASASI
1. Permohonan kasasi disampaikan
oleh pihak yang berhak baik secara tertulis atau lisan kepada Panitera
Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut dengan melunasi biaya kasasi.
2. Pengadilan Negeri akan
mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan hari itu juga membuat akta
permohonan kasasi yang dilampurkan pada berkas (pasal 46 ayat (3) UU No.
14/1985)
3. Paling lambat 7 hari setelah
permohonan kasasi didaftarkan panitera Pengadilan Negeri memberitahukan secara
tertulis kepada pihak lawan (pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985)
4. Dalam tenggang waktu 14
hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar pemohon kasasi wajib
membuat memori kasasi yang berisi alasan-alasan permohonan kasasi (pasal 47
ayat (1) UU No. 14/1985)
5. Panitera Pengadilan Negeri
menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan paling lambat 30 hari (pasal 47
ayat (2) UU No. 14/1985).
6. Pihak lawan berhak mengajukan
kontra memori kasais dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya
salinan memori kasai (pasal 47 ayat (3) UU No. 14/1985)
7. Setelah menerima memori dan
kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan Negeri
harus mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah Agung (pasal 48 ayat (1) UU No.
14/1985)
3. VERZET
PENGERTIAN
Verzet merupakan salah satu upaya hukum biasa yang
dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap
suatu putusan Pengadilan Negeri.
PROSEDUR MENGAJUKAN VERZET , pasal 129 ayat (1) HIR
1. Dalam waktu 14 hari setelah
putusan verstek itu diberitahukan kepada tergugat sendiri, jika putusan tidak
diberitahukan kepada tergugat sendiri maka :
2. Perlawanan boleh diterima
sehingga pada hari kedelapan setelah teguran (aanmaning) yang tersebut dalam
pasal 196 HIR atau;
3. Dalam delapan (8) hari setelah
permulaan eksekusi (pasal 197 HIR).
Dalam prosedur verzet kedudukan para pihak tidak
berubah yang mengajukan perlawanan tetap menjadi tergugat sedangyang dilawan
tetap menjadi Penggugat yang harus memulai dengan pembuktian.
Verzet dapat diajukan oleh seorang Tergugat yang
dijatuhi putusan verstek, akan tetapi upaya verzet hanya bisa diajukan satu
kali bila terhadap upaya verzet ini tergugat tetap dijatuhi putusan verstek
maka tergugat harus menempuh upaya hukum banding.
UPAYA HUKUM LUAR BIASA
1. PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN
PENGADILAN YANG TELAH MEMPEROLEH KEKUATAN HUKUM TETAP
Upaya hukum peninjauan kembali (request civil)
merupakan suatu upaya agar putusan pengadilan baik dalam tingkat Pengadilan
Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum
tetap (inracht van gewijsde), mentah kembali. Permohonan Peninjauan Kembali
tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi).
Peninjauan kembali menurut Prof. Dr. Sudikno
Mertokusumo, S.H., merupakan upaya hukum terhadap putusan tingkat akhir dan
putusan yang dijatuhkan di luar hadir tergugat (verstek), dan yang tidak lagi
terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan.
Peninjauan kembali (Request Civil) tidak diatur
dalam HIR, melainkan diatur dalam RV (hukum acara perdata yang dahulu berlaku
bagi golongan eropa) pasal 385 dan seterusnya. Dalam perundang-undangan
nasional, istilah Peninjauan Kembali disebut dalam Pasal 15 UU No. 19/1964 dan
pasal 31 UU No. 13/1965.
Perbedaan yang terdapat antara Peninjauan Kembali
(PK) yang dimaksud oleh perundang-undangan nasional dengan Request Civil (RC)
antara lain, sebagai berikut:
1) Bahwa PK merupakan wewenang penuh
dari Mahkamah Agung, sedangkan RC digantungkan pada putusan yang mana
dimohonkan agar dibatalkan.
2) Akibatnya adalah bahwa putusan PK
adalah putusan dalam taraf pertama dan terakhir, sedangkan yang menyangkut RC
masih ada kemungkinan untuk banding dan kasasi.
3) Bahwa PK dapat diajukan oleh yang
berkepentingan, sedangkan RC hanya oleh mereka yang pernah menjadi pihak dalam
perkara tersebut.
Dalam perkembangannya sekarang Peninjauan Kembali
diatur dalam pasal 66-75 UU No. 14 tahun 1985.
ALASAN PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI
Berdasarkan pasal 67 UU No. 14/1985, jo Per MA No.
1/1982. permohonan pinjauan kembali putusan perkara perdata yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap hanya dapat diajukan bila berdasarkan
alasan-alasan sebagai berikut :
a) Apabila putusan didasarkan
pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah
perkaranya diputus, atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim
pidana dinyatakan palsu.
b) Apabila setelah perkara diputus,
ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara
diperiksa tidak ditemukan.
c) Apabila telah dikabulkan suatu
hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut.
d) Apabila antara pihak-pihak yang sama
mengenai suatu soal yang sama atas dasar yang sama, oleh pengadilan yang sama
atau sama tingkatannya, telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan
yang lain.
e) Apabila mengenai sesuatu
bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
f) Apabila dalam suatu
putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan
peninjauan kembali menurut pasal 68 ayat (1) UU No. 14/1985 adalah hanya pihak
yang berperkara sendiri atau ahli warisnya, atau seorang wakilnya yang secara
khusus dikuasakan untuk itu. Dari pasal tersebut jelas terlihat bahwa orang
ketiga bukan pihak dalam perkara perdata tersebut tidak dapat mengajukan
permohonan peninjauan kembali.
Tenggang waktu mengajukan permohonan peninjauan
kembali diatur dalam pasal 69 UU No. 14/1985.
PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN KEMBALI
1) Permohonan kembali diajukan oleh
pihak yang berhak kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang
memutus perkara dalam tingkat pertama.
2) Membayar biaya perkara.
3) Permohonan Pengajuan Kembli dapat
diajukan secara lisan maupun tertulis.
4) Bila permohonan diajukan secara
tertluis maka harus disebutkan dengan jelas alasan yang menjadi dasar
permohonannnya dan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus
perkara dalam tingkat pertama (Pasal 71 ayat (1) UU No. 14/1985)
5) Bila diajukan secara lisan maka ia
dapat menguraikan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri
yang bersangkutan atau dihadapan hakim yang ditunjuk Ketua Pengadilan Negeri
tersebut, yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut (Pasal 71 ayat
(2) UU No. 14/1985)
6) Hendaknya surat permohonan
peninjauan kembali disusun secara lengkap dan jelas, karena permohonan ini
hanya dapat diajukan sekali.
7) Setelah Ketua Pengadilan Negeri
menerima permohonan peninjauan kembali maka panitera berkewajiban untuk
memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan
pemohon paling lambat 14 hari dengan tujuan agar dapat diketahui dan dijawab
oleh lawan (pasal 72 ayat (1) UU No. 14/1985)
8) Pihak lawan hanya punya waktu 30
hari setelah tanggal diterima salinan permohonan untuk membuat jawaban bila
lewat maka jawaban tidak akam dipertimbangkan (pasal 72 ayat (2) UU No.
14/1985).
9) Surat jawaban diserahkan kepada
Pengadilan Negeri yang oleh panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal
diteimanya untuk selanjutnya salinan jawaban disampaikan kepada pemohon untuk
diketahui (pasal 72 ayat (3) UU No. 14/1985).
10)permohonan peninjauan kembali lengkap dengan
berkas perkara beserta biayanya dikirimkan kepada Mahkamah Agung paling lambat
30 hari (pasal 72 ayat (4) UU No. 14/1985).
11)Pencabutan permohonan peninjauan kembali dapat
dilakukan sebelum putusan diberikan, tetapi permohonan peninjauan kembali hanya
dapat diajukan satu kali (pasal 66 UU No. 14/1985)
2. DERDEN VERSET
Merupakan salah satu upaya hukum luar biasa yang
dilakukan oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupak
perlawanan pihak ketiga yang bukan pihak dalam perkara yang bersangkutan,
karena merasa dirugikam oleh putusan pengadilan. Syarat mengajukan derden
verzet ini adalah pihak ketiga tersebut tidak cukup hanya punya kepentingan
saja tetapi hak perdatanya benar-benar telah dirugikan oleh putusan tersebut.
Secara singkat syarat utama mengajukan derden verzet adalah hak milik pelawan
telah terlanggar karena putusan tersebut.
Dengan mengajukan perlawanan ini pihak ketiga dapat
mencegah atau menangguhkan pelaksanaan putusan (eksekusi).
like this.....
BalasHapus