PENILAIAN BAIK DAN
BURUK
Setiap perbuatan manusia itu ada yang baik dan ada yang
tidak baik atau biasa dikenal dengan buruk. Baik dan buruk merupakan dua
istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang dilakukan
oleh manusia. Penilaian terhadap suatu perbuatan yang baik dan buruk disebabkan
adanya perbedaan tolak ukur yang digunakan untuk penilaian tersebut. Berikut
akan dibahas beberapa pandangan penilaian baik dan buruk manusia menurut
ajarannya.
1.
Penilaian Menurut Ajaran Agama
Menurut berryhs paham perbuatan baik menurut agama adalah
perbuatan yang sesuai kehendak Tuhan dan perbuatan buruk adalah perbuatan yang
tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Menurut Indonesia blogspot dalam agama islam yang menentukan
baik dan buruk perbuatan pertama kali adalah Nash. Yaitu al-Qur'an (yang berisi
hukum dan ketentuan Allah) dan al hadist (perkataan, perbuatan nabi) kemudian
akal dan niat seseorang dalam melakukannya.
2.
Penilaiaan Menurut Ajaran Adat Kebiasaan
Menurut Indonesia blogspot adat kebiasaan adalah suatu
perbuatan baik bagi mereka yang menjaga dan melaksanakannya, dan dipandang
buruk bagi mereka yang mengindahkan atau melanggarnya.
Menurut aqilalhilmy adat kebiasaan masing-masing masyarakat
tertentu memiliki suatu batasan-batasan tersendiri tentang hal-hal yang harus
diikuti dan yang harus dihindari. Sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat
satu belum tentu demikian menurut masyarakat yang lain. Mereka akan mendidik
dan mengajarkan anak-anak mereka untuk melakukan kebiasaan–kebiasaan yang mereka
anggap baik dan melarang melakukan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaan mereka.
3.
Penilaiaan Menurut Ajaran Kebahagiaan (Hedonisme)
Menurut amutiara yang pertanyaan yang menjadi ukuran baik
atau buruk dalam kebahagiaan (hedonisme) adalah ”apakah sesuai dengan keadaan
alam”, apabila alami maka itu dikatakan baik, sedangkan apabila tidak alami
dipandang buruk.
Menurut aliran hedonisme yang ada pada makalah ilmiah,
berpendapat bahwa kebahagiaan merupakan norma baik dan buruk. Sesuatu itu
dipandang baik jika mendatangkan kebahagiaan dan perbuatan itu buruk jika
mendatangkan penderitaan.
4.
Penilaiaan Menurut Ajaran Bisikan Hati (Intuisi)
Menurut aliran intuisi yang ada pada makalah ilmiah
berpendapat bahwa setiap manusia memiliki kekuatan batin sebagai suatu
instrument yang dapat membedakan baik atau buruknya suatu perbuatan. Intuisi
ini semacam ilham yang memberi tahu nilai perbuatan itu lalu menetapkan hukum
baik buruknya sebagaimana kita diberi mata dan telinga, dengan sekilas melihat
dapat menetapkan putih atau hitamnnya sesuatu, dengan hanya mendengar sekilas
kita dapat menyatakan suara itu merdu atau tidak.
Menurut warta warga gunadarma Bisikan hati adalah kekuatan
batin yang dapat mengidentifikasi apakah sesuatu perbuatan itu baik atau buruk
tanpa terlebih dahulu melihat akibat yang ditimbulkan perbuatan itu”. Faham ini
merupakan bantahan terhadap faham hedonism, tujuan utama dari aliran ini adalah
keutamaan, keunggulan, keistimewaan yang dapat juga diartikan sebagai kebaikan
budi pekerti.
5.
Penilaiaan Menurut Ajaran Evolusi
Menurut Alexander dalam warta warga gunadarma nilai moral
harus selalu berkompetisi dengan nilai yang lainnya, bahkan dengan segala yang
ada di alam mini dan nilai moral yang bertahanlah (tetap) yang dikatakan dengan
baik, dan nilai-nilai yang tidak bertahan (kalah dengan perjuangan antar nilai)
dipandang sebagai buruk.
Menurut aqilalhilmy pada evolusi alam menyaring segala yang
maujud (ada), berdasarkan ciri-ciri hukum alam yang terus berkembang yang
dipergunakan untuk menentukan baik dan buruk.
6.
Penilaiaan Menurut Ajaran Utilitarisme
Menurut novan baik buruk dalam utilitarisme ditentukan
berdasarkan utility atau daya guna. Pandangan ini terlalu ekstrem
diinterpretasikan dalam masa sekarang dan berkembang menjadai pandagan
materialistic.
Menurut kumpulan tugas makalah ekonomi aliran ini memberikan
suatu norma bahwa baik buruknya suatu tindakan oleh akibat perbuatan itu
sendiri. Tingkah laku yang baik adalah yang menghasilkan akibat-akibat baik
sebanyak mungkin dibandingkan dengan akibat-akibat terburuknya. Setiap tindakan
manusia harus selalu dipikirkan, apa akibat dari tindakannya tersebut bagi
dirinya maupun orang lain dan masyarakat. Utilitarisme mempunyai tanggung jawab
kepada orang yang melakukan suatu tindakan, apakah tindakan tersebut baik atau
buruk.
7.
Penilaiaan Menurut Ajaran Eudaemonisme
Menurut mudhofir pada distrodocs dalam etika Jawa terdapat
aliran yang mengandung nilai eudaemonisme theologies. Eudaemonisme
berasal dari bahasa Yunani eudaemoni, artinya kebahagiaan. Eudaemonism
adalah teori dalam etika yang menyatakan bahwa suatu tujuan manusia adalah
kesejahteraan pribadi atau kebahagiaan. Selanjutnya aliran theology
menyatakan bahwa suatu tindakan
disebut bermoral jika tindakan itu sesuai dengan
perintah Tuhan. Sedangkan tindakan buruk yaitu tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan.
Menurut Indonesia blogspot semua orang ingin mencapai tujuan
tertinggi dan itu adalah kebahgiaan, dan dapat dicapai dengan menjlankan
fungsinya dengn baik disertai dengan keutamaan, yaitu keutaman intelektual
(kebernian dan kemurahan hati).
8.
Penilaiaan Menurut Ajaran Pragmatisme
Menurut amutiara aliran ini menititkberatkan pada hal-hal
yang berguna dari diri sendiri baik yang bersifat moral maupun material. Yang
menjadi titik beratnya adalah pengalaman, oleh karena itu penganut faham ini
tidak mengenal istilah kebenaran sebab kebenaran bersifat abstrak dan tidak
akan diperoleh dalam dunia empiris.
Menurut edukasi kompasiana pragmatisme yang dianggap benar
adalah yang berguna dan yang buruk adalah tidak berguna. Pragmatisme adalah
tradisi dalam pemikiran filsafat yang berhadapan dengan idealisme dan realisme.
Kebenaran diartikan berdasarkan teori kebenaran pragmatisme.
9.
Penilaiaan Menurut Ajaran Positivisme
Penilaian aliran positivisme yang diperoleh dari uin malang
adalah hubungan antara moral secara tegas harus
dipisahkan, jadi dari hal yang berkaitan dengan keadilan dan tidak didasarkan
pada pertimbangan atau penilaian baik atau buruk.
Menurut fisip uns ajaran positivisme adalah salah satu
aliran dalam filsafat (teori) hukum yang beranggapan bahwa teori hukum itu
hanya bersangkut paut dengan hukum positif saja. ilmu hukum tidak membahas
apakah hukum positif itu baik atau buruk dan tidak pula membahas soal
efektivitasnya hukum dalam masyarakat.
10.
Penilaiaan Menurut Ajaran Naturalisme
Menurut aqilalhilmy yang menjadi ukuran baik dan buruknya
perbuatan manusia menurut aliran ini adalah perbuatan yang sesuai dengan fitrah
/ naluri manusia itu sendiri, baik mengenai fitrah lahir maupun fitrah batin. Aliran
ini berpendirian bahwa segala sesuatu dalam dunia ini menuju kepada suatu
tujuan tertentu.
Menurut amutiara Yang menjadi ukuran baik atau buruk adalah
:”apakah sesuai dengan keadaan alam”, apabila alami maka itu dikatakan baik,
sedangkan apabila tidak alami dipandang buruk. Jean Jack Rousseau mengemukakan
bahwa kemajuan, pengetahuan dan kebudayaan adalah menjadi perusak alam semesta.
11.
Penilaiaan Menurut Ajaran Vitalisme
Menurut berryhs paham ini menerapkan
sesuatu yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Dalam
masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan keterampilan sudah
mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme tidak akan mendapat
tempat lagi, dan digeser dengan pandangan yang bersifat demokratis.
Menurut amutiara aliran ini merupakan
bantahan terhadap aliran naturalisme sebab menurut faham vitalisme yang menjadi
ukuran baik dan buruk itu bukan alam tetapi “vitae” atau hidup (yang
sangat diperlukan untuk hidup).
12.
Penilaiaan Menurut Ajaran Idealisme
Menurut amutiara ungkapan terkenal dari
aliran ini adalah “segala yang ada hanyalah yang tiada” sebab yang ada itu
hanyalah gambaran/perwujudan dari alam pikiran (bersifat tiruan). Sebaik apapun
tiruan tidak akan seindah aslinya (yaitu ide). Jadi yang baik itu hanya apa
yang ada di dalam ide itu sendiri.
13.
Penilaiaan Menurut Ajaran Eksistensialisme
Berdasarkan data yang ada pada scribd etika eksistensialisme
berpandangan bahwa eksistensi di atas dunia selalu terkait pada
keputusan-keputusan individu. Artinya, andaikan individu tidak mengambil suatu
keputusan maka pastilah tidak ada yang terjadi. Individu sangat menentukan
terhadao sesuatu yang baik, terutama sekali bagi kepentingan dirinya. Ungkapan
dari aliran ini adalah “Truth is subjectivity” atau kebenaran terletak pada
pribadinya maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila keputusan itu tidak
baik bagi pribadinya itulah yang buruk.
Menurut istayn orang eksistensialisme berpendapat bahwa
salah satu watak keberadaan manusia adalah rasa takut yang datang dari
kesadaran tentang wujudnya di dunia ini. Sebagai manusia yang mempunyai
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap manusia lainnya di dunia
ini, mereka bebas menentukan, bebas memutuskan dan sendiri pula memikul akibat
keputusannya tanpa ada orang lain atau sesuatu yang bersamanya. Dari konsepnya
ini timbul pemikiran bahwa nasib manusia ditentukan oleh dirinya sendiri dengan
tidak bantuan sedikit pun dari yang lain. Akibatnya, manusia selalu hidup dalam
rasa sunyi, cemas, putus asa, dan takut serta selalu dipenuhi bayangan harapan
yang tak pernah terwujud dan berakhir. Karena dasar eksistensialisme ini adalah
ide tentang keberadaan manusia, maka aliran ini tidak mementingkan gaya bahasa
yang khas yang mencerminkan aliran tertentu, melainkan menekankan kepada
pandangan pengarang terhadap kehidupan dan keberadaan manusia
14.
Penilaiaan Menurut Ajaran Komunisme
Sumber yang diperoleh dari erabaru komunis
mempropagandakan bahwa manusia pasti akan menang melawan langit. Komunis
mengekang sifat hakiki manusia yang baik dan jujur, sebaliknya mereka
menghasut, membiarkan dan memanfaatkan sifat jahat manusia untuk memperkuat
kekuasaannya. Komunis secara sistematik telah merusak hampir semua pengertian
umum tentang moral yang ada di alam semesta ini. Sedangkan data yang ada pada
kaum kapitalis memandang kebebasan adalah suatu kebutuhan bagi individu
untuk menciptakan keserasian antara dirinya dan masyarakat. Sebab kebebasan itu
adalah suatu kekuatan pendorong bagi produksi karena ia benar-benar menjadi hak
manusia yang menggambarkan kehormatan kemanusiaan.
ETIKA DAN PROFESI
Etika adalah apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (ahlak). Etika berasal dari bahasa
Yunani kuno yaitu Ethos yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, ahlak yang
baik. Menurut James J. Spillane SJ mengungkapkan bahwa etika atau ethics
memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam mengambil
keputusan moral. Etika digunakan oleh manusia untuk menentukan kebenaran atau
kesalahan, dan juga untuk menentukan tingkah laku seseorang terhadap orang
lain. Menurut Surahwadi K. Lubis mengatakan bahwa istilah ethos atau ethikos
dalam bahasa Latin biasa disebut mos, dari sinilah berawal kata moralitas atau
yang biasa disebut dengan moral.
Menurut Abdullah Salim ahlak islami
sangat luas cakupannya, yaitu :
- Etos yang mengatur hubungan manusia dengan Penciptannya.
- Etis yang mengatur tentang sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain dalam kehidupannya sehari-hari.
- Moral yang mengatur hubungan sesame manusia tetapi yang berlainan jenis yang menyangkut kehormatan setiap pribadi.
- Estetika menyangkut dengan rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keindahan dalam dirinya dan dalam lingkungannya.
Menurut Bertens seperti yang dikutip
Abdul Kadir Muhammad, etika terbagi tiga bagian yaitu :
- Etika yang dipakai sebagai norma-norma moral dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
- Etika dalam arti sebagai asas atau nilai moral dalam suatu profesi misalnya kode etik advokad dan sebaginya.
- Etika dalam arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk.
Etika adalah filsafat moral atau ilmu
yang membahas persoalan benar salah secara moral. Etika dapat lagi menjadi dua
bagian yaitu etika perangai dan etika moral, yang dimaksud dengan etika
perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan perangai manusia yang hidup dalam
masyatakat tertentu dan pada waktu tertentu pula, hal ini diakui dan berlaku
sesuai dengan kesepakatan bersama, yang termasuk dalam etika perangai adalah
pakaian adat, pergaulan anak muda, perkawinan adat, upacara adat. Etika moral
berkenaan dengan kebiasaan perilaku yang baik dan yang buruk. Apabila dilanggar
maka akan timbullah kejahatan. Temasuk dalam etika moral adalah antara lain :
berkata dan berbuat jujur, menghormati orang yang lebih tua, menghargai orang
lain dan sebagainya.
Dalam kehidupan sehari-hari orang
sering salah mengenai kata etika dan etiket. Etika berate moral, sedangkan
etiket berarti sopan santun dan tata krama. Etika dan etiket mengatur tentang
tingkah laku manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Terdapat perbedaan antara
etika dan etiket seperti yang dikemukakan oleh Bartens, yaitu :
- Etka menetapkan norma berbuatan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Etiket menetwapkan tata cara melakukan perbuatan yang baik dan benar seperti yang diharapkan.
- Etika tidak bergantung ada tidaknya orang lain. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan atau tergantung pada ada tidaknya orang lain.
- Etika tidak dapat ditawar-tawar. Etiket bersifat relative, misalnya dalam suatu kebudayaan sesuatu itu dianggap sopan tetapi pada kebudayaan yang lain itu tidak sopan.
- Etika memandang manusia dari segi batin atau bagian yang dalam pribadi seseorang. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah.
Etika profesi dalam buku Dasar-Dasar Filsafat dan Teori
Hukum (Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2007 : 92) menjelaskan : Etika
Profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam
menjalani kehidupan sebagai pengemban profesi. Kepatuhan pada etika profesi
bergantung kepada akhlak pengemban profesi yang bersangkutan karena awam tidak
dapat menilai. Karenanya, kalangan pengemban profesi itu sendiri membutuhkan
adanya pedoman objektif yang lebih konkret bagi prilaku profesionalnya yang kemudian
diwujudkan dalam seperangkat kaidah prilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi
yang disebut Kode Etik Profesi (disingkat Kode Etik) berupa tertulis ataupun
tidak tertulis. Pada dasarnya, di satu pihak kode etik termasuk kelompok kaidah
moral positif yang bertujuan untuk menjaga martabat profesi yang bersangkutan,
dan dilain pihak bertujuan untuk melindungi pasien atau klien (warga
masyarakat) dari penyalahgunaan keahlian dan/atau otoritas.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah,
perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode
etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan naluriah yang
telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi
ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang bukan karena paksaan. Dengan
demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka
profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri. Kode etik bukan
merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik
mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Kode etik
disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi memiliki kode
etik tersendiri. Profesi hukum sendiri sesuai dengan keperluan hukum bagi
masyarakat Indonesia, dikenal beberapa subjek hukum berpredikat profesi hukum
yaitu (C.S.T. Kansil, 1997: 7) :
1.
Penasihat Hukum ( Advokat, Pengacara )
2.
Polisi
3.
Hakim
4.
Notaris
5.
Jaksa
Profesi
adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang didalamnya terdapat
cita-cita dan nilai-nilai bersama. Terbentuknya suatu profesi selain atas dasar cita-cita dan nilai bersama juga
disatukan karenalatar belakang pendidikan yang sama dan secara
besama-sama pula memiliki keahlian yang
tertutup bagi orang lain. Dengan demikian, profesi menjadisuatu kelompok
yang mempunyai tanggungjawab khusus.
·
Menurut Aubert (1973) :Profesi adalah
pekerjaan pelayanan yang menerapkan seperangkat pengetahuan sistematika (ilmu) pada masalah-masalah yang sangatrelevan
bagi nilai-nilai utama dari masyarakat.
·
Menurut E Sumaryono : Profesi adalah
sebuah sebutan atau jabatan dimana orang yangmenyandangnya
mengetahui pengetahuan khusus yang diperolehnyamelalui training atau pengalaman
lain, atau bahkan diperoleh melaluikeduanya penyandang profesi dapat
membimbing atau memberinasihat / saran atau
juga melayani orang lain dalam bidangnya sendiridengan lebih baik bila
dibandingkan dengan warga masyarakat lain pada umumnya.
Kode etik profesi pada dasarnya adalah
norma perilaku yang sudahdianggap benar atau yang
sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagiapabila norma perilaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehinggamemuaskan
pihak-pihak yang berkepentingan. Kode etik profesi merupakankristalisasi perilaku yang dianggap benar menurut
pendapat umum karena berdasarkan pertimbangan kepentingan profesi
yang bersangkutan. Dengan demikian,
kode etik profesi dapat mencegah
kesalah pahaman dan konflik,dan
sebaliknya berguna sebagai bahan refleksi nama baik profesi. Kode
etik profesi yang baik adalah yang mencerminkan nilai moral anggota kelompok profesi sendiri dan pihak yang membutuhkan
pelayanan profesi yang bersangkutan. Kode etik profesi adalah seperangkat
kaidah perilaku yang disusun secara tertulis dan sistematis sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalammengembankan
suatu profesi bagi suatu masyarakat profesi.
Sebuah
pekerjaan dapat disebut sebagai profesi apabila memilikikriteria-kriteria
sebagai berikut :
1.
Bersifat khusus /
spesialisasi
2.
Keahlian dan keterampilan
3.
Tetap atau terus menerus
4.
Mengutamakan pelayanan
5.
Tanggung jawab
6.
Organisasi profesi.
KODE ETIK ADVOKAT
Kode Etik Advokat Indonesia
yang dimaksud terdiri dari :
1.
Advokat Indonesia adalah
Warga Negara Indonesia yang bertakwakepada Tuhan Yang Maha Esa dan dalam
melakukan tugasnyamenjujung tinggi hukum berdasarkan
kepribadian pancasila dan UUD1945 serta sumpah
jabatannya.
2.
Advokat
harus bersedia memberikan bantuan hukum
kepada siapa sajayang
memelurkan, tanpa memangdang agama, suku, ras, keturunan,kedudukan social dan
keyakinan politiknya, juga tidak semata-matauntuk mencari imbalan materi.
3.
Advokat
harus bekerja bebas dan mandiri serta
wajib memperjuangkanhak
asasi manusia
4.
Advokat
wajib memegang teguh solidaritas
sesama rekan advokat
5.
Advokat
wajib menjujung profesi advokat sebagai profesi
terhormat
6.
Advokat
harus bersikap
teliti (correct)
dan sopan terhadadap
para pejabat penegak hokum
Selain mengatur kepribadian advokat, dalam kode etik ini
juga diatur mengenai hubungan advokat dengan klien secara lebih rinci,
demikian jugadengan sesame profesi. Kemudiann terdapat pula pengaturan tentang
cara bertindak dalam menangani perkara. Didalamnya tampak jelas bahwa
seorangadvokat harus benar-benar menegakan nilai kejujuran, dalam
berpekara.Sebagi contoh seorang advokat tidak boleh menghubungi saksi-saksi
pihak lawan jaga tidak boleh menghubungi hakim kecuali sama-sama
denganadvokat pihak lawan.Dalam keentuan-ketentuan lain disebutkan misalnya
advokat tidak boleh mengiklankan diri untuk promosi, termasuk
melalui perkara. Untuk menjaga agar tidak terjadi benturan kepentingan,
seorang advokat yangsebelumnya
menjadi hakim atau panitera disuatu pengadilan, tidak dibenarkanmemegang
perkara di pengadilan yang bersangkutan, paling tidak selama tigatahun sejak ia
berhenti dari pengadilan tersebut.
Mengenai Advokat di dalam Bab II Pasal 2 Kode Etik Advokat
Indonesia Tentang Kepribadian Advokat, disebutkan: Advokat Indonesia adalah
warga Negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap
satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang
tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi
hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik Advokat serta sumpah
jabatannya.
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur
dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur
dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum,
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik Advokat serta sumpah
jabatannya adalah “kepribadian yang harus dimiliki oleh setiap Advokat”.
Selanjutnya Dari ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf a. Kode Etik
Advokat Indonesia dapat disimpulkan bahwa seorang advokat, dalam menjalankan
profesinya, harus selalu berpedoman kepada:
1.
Kejujuran profesional (professional honesty) sebagaimana
terungkap dalam Pasal 3 huruf a. Kode Etik Advokat Indonesia dalam kata-kata
“Oleh karena tidak sesuai dengan keahilannya”, dan
2.
Suara hati nurani (dictate of conscience). Keharusan bagi
setiap advokat untuk selalu berpihak kepada yang benar dan adil dengan
berpedoman kepada suara hati nuraninya berarti bahwa bagi advokat Indonesia
tidak ada pilihan kecuali menolak setiap perilaku yang berdasarkan “he who pays
the piper calls the tune” karena pada hakikatnya perilaku tersebut adalah
pelacuran profesi advokat.(Fred B.G, Tumbuan, 2004 : 39)
KODE ETIK POLISI
Etika Kepolisian
adalah norma atau sekumpulan peraturan yang ditetapkan untuk membimbing tugas
dan untuk dijadikan pedoman dalam mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik bagi
penegak hukum, ketertiban umum dan keamanan masyarakat.
Adapun Kode Etik
polisi adalah sebagai berikut :
1.
Mengabdi
kepada Nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Berbakti
demi keagungan nusa dan bangsa yang bersendikan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai kehormatan yang tinggi.
dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai kehormatan yang tinggi.
3.
Membela
tanah air, mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dengan tekad juang pantang menyerah.
Undang-Undang Dasar 1945 dengan tekad juang pantang menyerah.
4.
Menegakkan
hukum dan menghormati kaidah-kaidah yang hidup dalam
masyarakat secara adil dan bijaksana.
masyarakat secara adil dan bijaksana.
5.
Melindungi,
mengayomi serta membimbing masyarakat sebagai wujud
panggilan tugas pengabdian yang luhur.
panggilan tugas pengabdian yang luhur.
Polisi yang memiliki kode etik untuk menjalankan tugasnya
dengan baik, dijelaskan dalam Pembukaan Kode Etik Profesi Kepolisisan Negara
Republik Indonesia berdasarkan Keputusan KAPOLRI NO.POL : KEP / 32 / VII /
2003, 1 Juli 2003 yang menyatakan : Keberhasilan pelaksanaan tugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat, selain
ditentukan oleh kualitas pengetahuan dan keterampilan teknis kepolisian yang
tinggi sangat ditentukan oleh perilaku terpuji setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia di tengah masyarakat. Guna mewujudkan sifat kepribadian
tersebut, setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya senantiasa terpanggil untuk menghayati dan
menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin pada sikap dan perilakunya,
sehingga terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang. Etika
profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi
dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi
pada pengabdian, kelembagaan dan kenegaraan, selanjutnya disusun kedalam Kode
Etik Profesi Kepolsian Negara Republik Indonesia.
Pada bagian Penutup dari Kode Etik Kepolisian Negara
Republik Indonesia-pun menjelaskan bahwa merupakan kehormatan yang tertinggi
bagi setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghayati,
mentaati dan mengamalkan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya maupun dalam kehidupan sehari-hari demi
pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan Negara.
Dengan demikian, pada hakikatnya setiap profesi hukum mempunyai fungsi dan peranan tersendiri dalam rangka mewujudkan Pengayoman hukum berdasarkan Pancasila dalam masyarakat, yang harus diterapkan sesuai dengan mekanisme hukum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku (memenuhi asas legalitas dalam Negara hukum).
Dengan demikian, pada hakikatnya setiap profesi hukum mempunyai fungsi dan peranan tersendiri dalam rangka mewujudkan Pengayoman hukum berdasarkan Pancasila dalam masyarakat, yang harus diterapkan sesuai dengan mekanisme hukum berdasarkan perundang-undangan yang berlaku (memenuhi asas legalitas dalam Negara hukum).
Prof.djoko Soetono, SH dalam
pidatonya di Ploron dengan judul “Tri Brata, Mythos, Logos, Etos, Kepolisian
Negara RI dan kalau di sarikan mengandung pokok-pokok pemikiran yang sejalan
dengan pokok pikiran Don L.Kooken dalam bukunya “Ethis in
PliceService” yang berpendapat bahwa Etika Kepolisian itu tidak mungkin
dirumuskan secara universal semua dan berlaku sepanjang masa maka, rumusannya
akan berbeda satu dengan yang lain. Namun suatu Kode Etik kepolisian yang baik
adalah rumusan yang mengadung pokok pikiran sebagai berikut:
1.
Mengangkat kedudukan profesi
kepolisian dalam pandangan masyarakat dan untuk memperkuat kepercayaan
masyarakat kepada kepolisian.
2.
Mendorong semangat polisi agar
lebih bertanggung jawab.
3.
Mengembangkan dan memelihara
dukungan dan kerjasama dari masyarakat pada tugas-tugas kepolisian.
4.
Mengalang suasana kebersamaan
internal kepolisian untuk menciptakan pelayanan yang baik bagi mayarakat.
5.
Menciptakan kerjasama dan
kordinasi yang harmonis dengan sesama aparat pemerintah agar mencapai
keuntungan bersama(sinegi).
6.
Menempatkan pelaksanaan tugas
polisi sebagai profesi terhormat dan memandang sebagai sarana berharga dan
terbaik untuk mengabdi pada masyarakat.
Pokok pikiran ini dinilai sebagai cita-cita yang tinggi dan
terhormat bagi kepolisian, dasar da pola piker pemikiran yang diangap bersifat
universal. Sehingga Internasional Association of Chief of Police (IACP)
atau Asosiasi Kepala-Kepala Kepolisian Iternasional yang selalu mengadaknan
pertemuan rutin setiap tahun di Amerika Serikat, menganggap masalah ini penting
untuk dibahas dan disepakati untuk dijadikan pedoman perumusan Kode Etik
Kepolisian, IACP, FBI, dan The Peace Officers Association of The State of
California Inc (Persatuan Petugas Keamanan California) mensepakati
dijadikan pokok-pokok pikir pedoman, namun namun rumusan akhirnya disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan instansi
Etika kepolisian yang benar, baik dan kokoh, merupakan sarana untuk:
Mewujudkan kepercayaan diri dan kebanggan sebagai seorang polisi, yang kemudian
dapat menjadi kebanggan bagi masyarakat, Mencapai sukses penugasan, Membina
kebersamaan, kemitraan sebagai dasar membentuk partisipasi masyarakatm,
Mewujudkan polisi yang professional, efektif, efesien dan modern, yang bersih
dan berwibawa, dihargai dan dicintai masyarakat.
KODE ETIK HAKIM
Hakim adalah pegawai negeri sipil yang
mempunyai jabatan fungsional. Kode etik hakim disebut juga kode kehormatan
hakim. Hakim juga adalah pejabat yang melaksanakan tugas
kekuasaan kehakiman yang syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhetian dan
pelaksanaan tugasnya ditentukan oleh undang-undang.
1.
Kewajiban / Tugas Hakim
Hakim sebagai penegak hukum dan
keadilan mempunyai kewajiban yaitu :
a. Menggali, mengikuti
dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat.
Dalam masyarakat yang
masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan
peralihan. Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang
hidup dikalangan rakyat. Untuk itu ia harus terjun ke tangah-tengah masyarakat
untuk mengenal, merasakan, dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan
keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
b. Hakim wajib
memperhatikan sifat-sifat baik dan buruk dari tertuduh dalam menentukan dan
mempertimbangkan berat ringannya pidana.
Sifat-sifat yang
jahat maupun yang baik dari tertuduh wajib diperhatikan Hakim dalam
mempertimbangkan pidana yang akan dijatuhkan. Keadaan-keadaan
pribadi seseorang perlu diperhitungkan untuk memberikan pidana yang setimpal
dan seadil-adilnya. Keadaan pribadi tersebut dapat diperoleh dari keterangan
orang-orang dari lingkungannya, rukun tetangganya, dokter ahli jiwa dan
sebagainya.
c. Tanggung Jawab Hakim
·
Tanggung Jawab Hakim Kepada Penguasa. Tanggung jawab hakim
kepada penguasa (negara) artinya telah melaksanakan peradilan dengan baik,
menghasilkan keputusan bermutu, dan berdampak positif bagi bangsa dan negara.
·
Melaksanakan peradilan dengan baik. Peradilan dilaksanakan
sesuai dengan undang-undang, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masayarakat,
dan kepatutan (equity).
·
Keputusan bermutu. Keadilan yang ditetapkan oleh hakim
merupakan perwujudan nilai-nilai undang-undang, hasil penghayatan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat, etika moral masyarakat, dan tidak melanggar hak
orang lain.
·
Berdampak positif bagi masyarakat dan negara. Keputusan
hakim memberi manfaat kepada masyarakat sebagai keputusan yang dapat dijadikan
panutan dan yurisprudensi serta masukan bagi pengembangan hukum nasional.
d. Tanggung Jawab Kepada
Tuhan
Tanggung jawab hakim
kepada Tuhan Yang Maha Esa artinya telah melaksanakan peradilan sesuai dengan
amanat Tuhan yang diberikan kepada manusia, menurut hukum kodrat manusia yang
telah ditetapkan oleh Tuhan melalui suara hati nuraninya.
Kode Etik Hakim
Untuk jabatan hakim, Kode Etik Hakim disebut Kode Kehormatan
Hakim berbeda dengan notaris dan advokat.
Hakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan
fungsional. Oleh karena itu Kode Kehormatan Hakim memuat 3 jenis etika, yaitu :
1.
Etika kedinasan pegawai negeri sipil
2.
Etika kedinasan hakim
sebagai pejabat fungsional penegak hukum.
3.
Etika hakim sebagai manusia pribadi manusia pribadi anggota
masyarakat.
Uraian Kode Etik Hakim meliputi :
1.
Etika keperibadian hakim
2.
Etika melakukan tugas jabatan
3.
Etika pelayanan terhadap pencari keadilan
4.
Etika hubungan sesama rekan hakim
5.
Etika pengawasan terhadap hakim.
Dari kelima macam uaraian kode etik ini akan kita lihat
apakah Kode Etik Hakim memiliki upaya paksaan yang berasal dari undang-undang.
1.
Etika keperibadian hakim
Sebagai pejabat
penegak hukum, hakim :
a.
Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.
Menjunjung tinggi, citra, wibawa dan martabat hakim
c.
Berkelakuan baik dan tidak tercela
d.
Menjadi teladan bagi masyarakat
e.
Menjauhkan diri dari eprbuatan dursila dan kelakuan yang
dicela oleh masyarakat
f.
Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat hakim
g.
Bersikap jujur, adil, penuh rasa tanggung jawab
h.
Berkepribadian, sabar, bijaksana, berilmu
i.
Bersemangat ingin maju (meningkatkan nilai peradilan)
j.
Dapat dipercaya
k.
Berpandangan luas
2.
Etika melakukan tugas jabatan
Sebagai pejabat
penegak hukum, hakim :
a.
Bersikap tegas, disiplin
b.
Penuh pengabdian pada pekerjaan
c.
Bebas dari pengaruh siapa pun juga
d.
Tidak menyalahgunakan kepercayaan, kedudukan dan wewenang
untuk kepentingan pribadai atau golongan
e.
Tidak berjiwa mumpung
f.
Tidak menonjolkan kedudukan
g.
Menjaga wibawa dan martabat hakim dalam hubungan kedinasan
h.
Berpegang teguh pada Kode Kehormatan Hakim
3.
Etika pelayanan terhadap pencari keadilan
Sebagai pejabat
penegak hukum, hakim :
a.
Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan
di dalam hukum acara yang berlaku
b.
Tidak memihak, tidak bersimpati, tidak antipati pada pihak
yang berperkara
c.
Berdiri di atas semua pihak yang kepentingannya
bertentangan, tidak membeda-bedakan orang
d.
Sopan, tegas, dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik
dalam ucapan maupun perbuatan
e.
Menjaga kewibawaan dan kenikmatan persidangan
f.
Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan
g.
Memutus berdasarkan hati nurani
h.
Sanggup mempertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
4.
Etika hubungan sesama rekan hakim
Sebagai sesama rekan
pejabat penegak hukum, hakim :
a.
Memlihara dan memupuk hubungan kerja sama yang baik antara
sesama
rekan
b.
Memiliki rasa setia kawan , tenggang rasa, dan saling
menghargai antara sesama rekan
c.
Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap korp
hakim
d.
Menjaga nama baik dan martabat rekan-rekan , baik di dalam
maupun di luar kedinasan
e.
Bersikap tegas. Adil dan tidak memihak.
f.
Memelihara hubungan baik dengan hakim bawahannya dan hakim
atasannya.
g.
Memberi contoh yang baik di dalam dan di luar kedinasan.
5.
Etika pengawasan terhadap hakim.
Di dalam urusan Kode
Kehormatan Hakim tidak terdapat rumusan mengenai pengawasan dan sanksi ini. Ini
berarti pengawasan dan sanksi akibat pelanggaran Kode Kehormatan Hakim dan
pelanggaran undang-undang. Pengawasan terhadap hakim dilakukan oleh Majelis Kehormatan
Hakim. Menurut ketentuan pasal 20 ayat (3) Undang-Undang No.2 Tahun 1986
tentang Peradilan umum; Pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan
Hakim serta tata cara pembelaan diri ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung
bersama-sama Menteri Kehakiman.
2.
Kode Kehormatan Hakim Dengan Undang-Undang
a.
Kode Kehormatan Hakim
& Tri Prasetya Hakim Indonesia
Kode kehormatan hakim
dikenal dengan "Tri Prasetya Hakim Indonesia". Yaitu ;
"Saya berjanji :
a.
Bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi citra, wibawa dan
martabat Hakim Indonesia
b.
Bahwa saya dalam menjalankan jabatan berpegang teguh pada
kode kehormatan Hakim Indonesia
c.
Bahwa saya menjunjung tianggi dan mempertahankan jiwa Korps
Hakim Indonesia.
Semoga Tuhan Yang
Maha Esa selalu membimbing saya di jalan yang benar."
& Perlambang Atau Sifat Hakim
a.
KARTIKA (= Bintang, yang melambangkan Ketuhanan Yang Maha
Esa).
b.
CAKRA (= Senjata ampuh dari Dewa Keadilan yang mampu
memusnahkan segala kebatilan, kezaliman dan ketidakadilan) berari adil.
c.
CANDRA (= Bulan yang menerangi segala tempat yang gelap,
sinar penerangan dalam kegelapan) berarti bijaksana dan berwibawa.
d.
SARI (= Bunga yang semerbak wangi mengharumi kehidupan
masyarakat) berarti budi luhur atau berkelakuan tidak tercela.
e.
TIRTA (= air, yang membersihkan segala kotoran di dunia)
mensyaratkan, bahwa seorang hakim harus jujur.
& Perincian
Mengenai Sifat Hakim
a.
KARTIKA = Percaya dan Taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
b.
CAKRA = Adil
Dalam kedinasan
1)
Adil
2)
Tidak berprasangka atau memihak
3)
Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan
4)
Sanggup mempertanggungjawabkan kepada Tuhan
Di luar kedinasan
1)
Saling harga menghargai
2)
Tertib dan lugas
3)
Berpandangan luas
4)
Mencari saling pengertian
c.
CANDRA = Bijaksana / Berwibawa
Dalam kedinasan
1)
Berkepribadian
2)
Bijaksana
3)
Sabar dan Tegas
4)
Penuh pengabdian pada pekerjaan
Di luar kedinasan
1)
Dapat dipercaya
2)
Penuh rasa tanggung jawab
3)
Menimbulkan rasa hormat
4)
Anggun dan berwibawa
d.
SARI = Berbudi luhur / berkelakuan tidak tercela
Dalam kedinasan
1)
Tawakal dan Sopan
2)
Ingin meningkatkan pengabdian dalam tugas
3)
Bersemangat ingin maju
4)
Tenggang rasa
Di luar kedinasan
1)
Berhati-hati dalam pergaulan hidup
2)
Sopan dan susila
3)
Menyenangkan dalam pergaulan
4)
Tenggang rasa
5)
Berusaha menjadi teladan bagi masyarakat sekelilingnya
e.
TIRTA = Jujur
Dalam kedinasan
1)
Jujur
2)
Merdeka = tidak membeda-bedakan orang
3)
Bebas dari pengaruh siapa pun juga
4)
Tabah
Di luar kedinasan
1)
Tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan kedudukan
2)
Tidak boleh berjiwa mumpung
3.
Hubungan Kode Kehormatan Hakim Dengan Undang-Undang
Jabatan hakim diatur dengan
undang-undang, yaitu UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Seorang yang
menjabat hakim harus mematuhi undang-undang dan berpegang pada Kode Kehormatan
Hakim. Hubungan antara undang-undang dan Kode Kehormatan Hakim terletak pada
ketentuan Kode Kehormatan Hakim yang juga diatur dalam undang-undang, sehingga
sanksi pelanggaran undang-undang diberlakukan juga pada pelanggaran Kode
Kehormatan Hakim.
Apabila menurut Majelis Kehormatan
Hakim ternyata seorang hakim terbukti telah melakukan pelanggaran, maka
berdasarkan ketentuan pasal 20 ayat (1), hakim yang bersangkutan diberhentikan
tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan :
a.
Dipidana karena bersalah melakukan tindakan pidana
kejahatan.
b.
Melakukan perbuatan tercela.
c.
Terus menerus melalaikan kewajiban menjalankan tugas
pekerjaan.
d.
Melanggar sumpah atau janji jabatan.
e.
Melanggar larangan pasal 18 (rangkap jabatan)
Pengusulan pemberhentian tidak dengan
hormat dilakukan setelah hakim yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya
untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
Menurut penjelasan pasal tersebut:
a.
Yang dimaksud dengan "dipidana" ialah
dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
b.
Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan
tercela" ialah apabila hakim yang bersangkutan karena sikap,
perbuatan, dan tindakannya, baik di dalam maupun di luar pengadilan merendahkan
martabat hakim.
c.
Yang dimaksud dengan "tugas pekerjaan" ialah
semua tugas yang dibebankan kepada hakim yang bersangkutan.
Berdasarkan ketentuan tadi dapat
disimpulkan bahwa sanksi undang-undang adalah juga sanksi Kode Kehormatan Hakim
yang dapat dikenakan kepada pelanggarnya. Dalam hal ini, Kode Kehormatan Hakim
juga menganut prinsip penundukan pada undang-undang.
4.
Kekuasaan kehakiman
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
negara yang merdeka dalam pengertian di dalam keuasaan kehakiman bebas dari
campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan,
direktiva dan rekomendasi yang datang dari pihak extra judiciil kecuali dalam
hal-hal yang diizinkan oleh Undang-Undang. Kebebasan dalam pelaksanaan wewenang
judiciil tidaklah mutlak sifatnya, karena tugas daripada hakim adalah untuk
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasil dengan jalan menafsirkan
hukum dan mencari dasar-dasar serta asas-asas yang jadi landasannya, melalui
perkara-perkara yang dihadapinya sehingga keputusannya mencerminkan persaan
keadilan bangsa dan rakyat Indonesia.
Penyelenggaraan Kekuasaan kehakiman
diserahkan kepada badan-badan Peradilan yang telah ditetapkan oleh
Undang-Undang.
Dalam hal ini kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan :
1.
Peradilan Umum
2.
Peradilan Agama
3.
Peradilan Militer
4.
Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Agama, Militer dan Tata Usaha
Negara adalah peradilan khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu atau
mengenai golongan rakyat tertentu. Sedangkan Peradilan Umum adalah
peradilan bagi rakyat pada umumnya mengenai baik perkara perdata maupun pidana. Mahkamah
Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi.
KODE ETIK NOTARIS
Dalam kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu ketentuan
yang mengatur pembuktian terjadinya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan
hukum, sehingga dalam hukum keperdataan dibutuhkan peran penting akta sebagai
dokumen tertulis yang dapat memberikan bukti tertulis atas adanya suatu
peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum tersebut yang menjadi dasar dari hak
atau suatu perikatan.
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya pejabat
umum dan atau suatu lembaga yang diberikan wewenang untuk membuat akta otentk
yang juga dimaksudkan sebagai lembaga notariat. Lembaga kemasyarakatan yang dikenal
sebagai "notariat' ini muncul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama
manusia, yang menghendaki adanya alat bukti dalam hubungan hukum keperdataan
yang ada dan/atau terjadi diantara mereka. Lembaga Notaris
timbul karena adanya kebutuhan masyarakat di dalam mengatur pergaulan hidup
sesama individu yang membutuhkan suatu alat bukti mengenai hubungan keperdataan
di antara mereka".
Oleh karenanya kekuasaan umum (openbaar gezaag) berdasarkan
perundang-undangan memberikan tugas kepada petugas yang bersangkutan untuk
membuatkan alat bukti yang tertulis sebagaimana dikehendaki oleh para pihak
yang mempunyai kekuatan otentik.
Notaris yang mempunyai peran serta aktivitas daJam prafesi
hukum tidak dapat dilepaskan dari persoalan-persoalan mendasar yang berkaitan
dengan fungsi serta peranan hukum itu sendiri, dimana hukum diartikan sebagai
kaidah-kaidah yang mengatur segala perikehidupan masyarakat, lebih luas lagi
hukum berfungsi sebagai alat untuk pembaharuan masyarakat.
Indonesia sebagai negara yang berkembang dan sedang
membangun, maka peran serta fungsi hukum bagi suatu prafesi hukum tidaklah
lebih mudah daripada di negara yang maju, karena terdapatnya berbagai
keterbatasan yang bukan saja mengurangi kelancaran lajunya proses hukum secara
tertib dan pasti tetapi juga memerlukan pendekatan dan pemikiran-pemikiran yang
menuju kepada suatu kontruksi hukum yang adaptip yang dapat menyeimbangkan
berbagai kepentingan yang ada secara mantap.
Tanggung jawab notaris dalam kaitannya dengan prafesi hukum
di dalam melaksanakan jabatannya tidak dapat dilepaskan dari keagungan hukurn
itu sendiri, sehingga terhadapnya diharapkan bertindak untuk merefleksikannya
di dalam pelayanannya kepada masyarakat",
Dua hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka
menjalankan profesinya tersebut:
Adanya kemampuan untuk menjunjung tinggi profesi hukurn yang
mensyaratkan adanya integritas pribadi serta kebolehan profesi dan itu dapat
dijabarkan ;
a.
Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi
kepentingan umum yaitu memegang teguh standar profesional sebagai pengabdi
hukurn yang baik dan tanggap. berperilaku individual. mampu menunjukkan sifat
dan perbuatan yang sesuai bagi seorang pengabdi hukum yang baik,
b.
Keluar. kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap
perkembangan masyarakat dan lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan
urnurn, mampu mengakomodir, menyesuaikan serta mengembangkan norma hukum serta
aplikasinya sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan teknologi.
Untuk lebih menjelaskan hal tersebutdikutip tulisan dari
David Mellinkoff (The Conscience of Lawyer, 1973 ) " Lawyers are obliged
to pursue their work according to certain standards of competence, disspasion
and faithful/ness, lawyers accept those standards because that is the only way
they may be lawyer"
Di Indonesia pengertian profesi itu sendiri dalam
pelaksanaannya adalah menciptakan dilakukannya suatu kegiatan kerja tertentu
dalam masyarakat yang berbekalkan keahlian yang tinggi serta berdasarkan rasa
keterpanggilan, jadi kerja tersebut tidak boleh disamakan dengan kerja biasa,
yang bertujuan mencari nafkah dalam jabatannya profesionalisme mensyaratkan
adanya tiga watak kerja :
1. Kerja itu
merefleksikan adanya itikad untuk merealisasi kebajikan yang dijunjung tinggi
dalam masyarakat,
2. Bahwa kerja itu
dilaksanakan berdasarkan kemahiran teknis yang bermutu tinggi yang karena itu
mensyaratkan adanya pendidikan dan pelatihan yang berlangsung bertahun-tahun
secara eksklusif dan berat
3. Kualitas teknik dan
kualitas moral yang disyaratkan dalam kerja-kerja pemberian jasa profesi dalam
pelaksanaannya menundukkan diri pada kontrol sesama yang terorganisasi
berdasarkan kode-kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam
organisasi. (lihat Soetandyo Wignyosoebroto, Pratesi. Profesianalisme dan
Etika Protest (makalah pengantar untuk sebuah diskusi !entang profesionalisme
khususnya Notaria!) upgrading IN!.
Di Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Ketchem,
Sekretaris dari College Van Scepenen di Jacatra, diangkat sebagai notaris
pertama di Indonesia, yang pengangkatannya berbeda dengan pengangkatan notaris
pada saat ini dimana di dalam pengangkatannya dimuat sekaligus secara sing kat
yang menguraikan pekerjaan dalam bidang dan wewenangnya.
Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada
Undang-Undang Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika
profesinya. Etika profesi adalah seikap etis yang dituntut untuk dipenuhi oleh
profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi berbeda-beda menurut
bidang keahliannya yang diakui dafam masyarakat. Etika profesi diwujudkan
secara formal ke dalam suatu kode etik. "Kode " adalah segala yang
tertulis dan disepakati kekuatan hukumnya oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga
kode etik dalam hal ini adalah hukum yang berlaku bagi anggota masyarakat
profesi tertentu dalam menjalankan profesinya .
Para Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam
suatu perhimpunan organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). INI
merupakan kelanjutan dari De Nederlandsch-Indische Notarieele Vereeniging, yang
dahulu didirikan di Batavia pad a tanggal 1 Juli 1908 yang mendapat pengesahan
sebagai badan hukum dengan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal
5 September 1908 Nomor 9. Nama Belanda kemudian diganti atau diu bah menjadi
Ikatan Notaris Indonesia yang hingga sekarang merupakan satu-satunya wadah
organisasi profesi di Indonesia.
Kemudian mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan
Keputusan Mentri kehakiman RI pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor
C2-1011.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah diumumkan dalam Berita Negara RI tanggal
7 April 1995 Nomor 28 Tambahan Nomor 1/P-1995, oleh karena itu sebagai dan
merupakan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud dalam UUJN nomor 30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris yang diundagkan dalam Lembaran Negara RI Tahun
2004 Nomor 117. Menurut Pasal 1 angka (5) UUJN, menyebutkan bahwa Organisasi
Notaris adalah organisasi profesi jabatan Notaris yang terbentuk perkumpulan
yang berbadan hukum.
Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan
etika profesi terse but kedalam Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris menurut
organisasi profesi jabatan Notaris Hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris
Indonesia (INI) pada tanggal 28 Januari 2005 yang diadakan di Bandung, diatur
dalam Pasal 1 angka (2) adalah sebagai berikut “ Seluruh kaedah moral yang ditentukan
oteh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia yang selanjutnya disebut
"Perkumpulan" berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang
ditentukan oleh dan dialur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur ten
tang hal itu dan yang berlaku bagi setie wajib ditaati oteh setieo dan semua
anggota Perkumpulan dan semua orang yang menja/ankan tugas jabatan sebagai
Noieris, etrmasuk didalamnya Pejabat Sementara Noieris, Notaris Pengganti dan
Notaris Pengganti Khusus”.
Melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus
berpegang teguh kepada Kode Etik jabatan Notaris. Kode etik adalah tuntunan,
bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau
merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh
anggota profesi itu sendiri damn mengikat mereka dalam mempraktekkarinya.
Dengan demikian Kode etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral
atau kesusilaan Notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat
oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum
khususnya dalam bidang pembuatan akta.(lihat Liliana Tedjosaputro. Elika
Profesi Notaris Da/am Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta.
1995, him 29.)
Pembahasan mengenai Kode etik tidak terlepas dari
UndangUndang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004. Dalam kode etik Notaris
terdiri dari kewajiban, larangan maupun sangsi serta penegakan hukum agar
tujuan dari terbentuknya kode etik maupun Uridang-Undang Jabatan Notaris dapat
berjalan tertib.
KODE
ETIK JAKSA
Dalam dunia
kejaksaan di Indonesia terdapat lima norma kode etik profesi jaksa, yaitu:
1.
Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani,
bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya
2.
Mengamalkan dan melaksanakan
pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam pembangunan hukum untuk
mewujudkan masyarakat adil
3.
Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan
4.
Berbudi luhur serta berwatak
mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam diri, berkata dan bertingkah laku
5.
Mengutamakan kepentingan bangsa
dan Negara daripada kepentingan pribadi atau golongan Dalam usaha memahami
maksud yang terkandung dalam kode etik jaksa tidaklah terlalu sulit. Kata-kata
yang dirangkaikan tidak rumit sehingga cukup mudah untuk dimengerti. Karena kode etik ini disusun
dengan tujuan agar dapat dijalankan.
Kode etik jaksa serupa dengan kode
etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman
berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai
dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral
yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara
kita akan mengarah pada keberhasilan.
Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum, adalah
tepat jika setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali merenungkan
keberadaan institusinya, sehingga dari perenungan ini, diharapkan dapat muncul
kejaksaan yang berparadigma baru yang tercermin dalam sikap, pikiran dan
perasaan, sehingga kejaksaan tetap mengenal jati dirinya dalam memenuhi
panggilan tugasnya sebagai wakil negara sekaligus wali masyarakat dalam bidang
penegakan hukum.
Kejaksaan merupakan salah satu pilar birokrasi hukum tidak terlepas
dari tuntutan masyarakat yang berperkara agar lebih menjalankan tugasnya lebih
profesional dan memihak kepada kebenaran. Sepanjang yang diingat, belum pernah
rasanya kejaksaan di dalam sejarahnya sedemikian merosot citranya seperti saat
ini . Sorotan serta kritik-kritik tajam dari masyarakat, yang diarahkan
kepadanya khususnya kepada kejaksaan, dalam waktu dekat tampaknya belum akan
surut, meskipun mungkin beberapa pembenahan telah dilakukan.
Sepintas lalu, masalah yang menerpa kejaksaan mungkin disebabkan
merosotnya profesionalisme di kalangan para jaksa, baik level pimpinan maupun
bawahan. Keahlian, rasa tanggung jawab, dan kinerja terpadu yang merupakan
ciri-ciri pokok profesionalisme tampaknya mengendur. Sebenarnya, jika pengemban
profesi kurang memiliki keahlian, atau tidak mampu menjalin kerja sama dengan
pihak-pihak demi kelancaran profesi atau pekerjaan harus dijalin, maka
sesungguhnya profesionalisme itu sudah mati, kendatipun yang bersangkutan tetap
menyebut dirinya sebagai seorang profesional.
Agar keahlian yang dimiliki seorang jaksa tidak menjadi tumpul, maka
kemampuan yang sudah dimilikinya seyogianya harus selalu diasah, melalui proses
pembelajaran ini hendaknya ditafsirkan secara luas, di mana seorang jaksa dapat
belajar melalui pendidikan-pendidikan formal atau informal, maupun pada
pengalaman-pengalaman sendiri. Karena hukum yang menjadi lahan pekerjaan jaksa
merupakan sistem yang rasional, maka keahlian yang dimiliki olehnya melalui
pembelajaran tersebut, harus bersifat rasional pula. Sikap ilmiah melakukan
pekerjaan ditandai dengan kesediaan memperguanakan metodologi modern yang
demikian, diharapkan dapat mengurangi sejauh mungkin sifat subjektif seorang
jaksa terhadap perkara-perkara yang harus ditanganinya.
Kemampuan analisis yang
dikembangkan bukan lagi semata-mata didasari pendekatan-pendekatan yang serba
legalitas, positivis dan mekanistis. Sebab setiap perkara sekalipun tampak
serupa, bagaimanapun tetap memiliki keunikan tersendiri. Sebagai penuntut,
seorang jaksa dituntut untuk mampu merekosntruksi dalam pikiran peristiwa
pidana yang ditanganinya. Tanpa hal itu, penanganan perkara tidaklah total,
sehingga sisi-sisi yang justru penting bisa jadi malah terlewatkan. Memang
bukan persoalan mudah untuk memahami sesuatu, peristiwa yang kita sendiri tidak
hadir pada kejadian yang bersangkutan, apalagi jika berkas yang sampai sudah
melalui tangan kedua (dengan hanya membaca berita acara pemeriksaan atau BAP
dari kepolisian). Jika pada tingkat analisis telah menderita
keterbatasan-keterbatasan, maka sebagai konsekuensi logisnya kebenaran yang
hendak kita tegakkan tidaklah dapat diraih secara bulat. Tidak adanya faktor
tunggal, menyebabkan setiap perkara memiliki keunikan sendiri.
Di dalam mengemban profesi,
usaha-usaha yang dilakukan oleh jaksa bukan hanya untuk memenuhi unsur-unsur
yang terkandung dalam ketentuan hukum semata, melainkan apa yang sesungguhnya
benar-benar terjadi dan dirasakan langsung oleh masyarakat juga didengar dan
diperjuangkan. Inilah yang dinamakan pendekatan sosioligis. Memang tidak mudah
bagi jaksa untuk menangkap suara yang sejati yang muncul dari sanubari anggota
masyarakat secara mayoritas. Di samping masyarakat Indonesia yang heterogen,
kondisi yang melingkupinya pun sedang dalam keadaan yang tidak sepenuhnya
normal.
Hal yang kerap memprihatinkan
ialah rasa keadilan masyarakat atau keadilan itu sendiri, tidak dapat
sepenuhnya dijangkau perangakat hukum yang ada. Pada ujungnya, keadilan itu
bergantung pada aparat penegak hukum itu sendiri, bagaimana mewujudkannya
secara ideal. Di sinalah maka penegak hukum itu menjadi demikian erat
hubungannya dengan perilaku, khususnya aparat penegak hukum, antara lain termasuk
jaksa. Hukum bukan sesuatu yang bersifat mekanistis,
yang dapat berjalan sendiri. Hukum bergantung pada sikap tindak penegak hukum.
Melalui aktivasi penegak hukum tersebut, hukum tertulis menjadi hidup dan
memenuhi tujuan-tujuan yang dikandungnya.
Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar,
sebab sebagaimana disebutkan di atas, bahwa antara lain di tangannyalah hukum
menjadi hidup, dan karena kekuatan atau otoritas, yang dimilikinya inilah
sampai-sampai muncul pertanyaan bahwa,”It doesn’t matter what the law says.
What matters is what the guy behind the desk interprets the law to say” . Mungkin bagi orang yang berpikiran
normatif, ungkapan ini agak berlebihan. Akan tetapi, secara sosiologis hal ini
tidak dapat dimungkiri kebenarannya, bahkan beberapa pakar sosiologi hukum acap
menyebutkan bahwa hukum itu tidak lain adalah perilaku pejabat-pejabat hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar