BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sekitar 87 persen perangkat lunak yang beredar di Indonesia merupakan produk bajakan. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai 10 besar negara pembajak perangkat lunak di seluruh dunia.
Ada
dua hal untuk meminimalisasi pembajakan. Pertama, mengedukasi pengguna
perangkat lunak atas keuntungan yang dapat diraih dengan menggunakan
perangkat lunak asli. Kedua, memersuasi ritel agar menjual perangkat
lunak asli.
Sementara itu, Chief Operating Officer Microsoft Indonesia Faycal Bouchlaghem mengantisipasi pembajakan dengan menawarkan Windows7 untuk berbagai segmen, seperti untuk sekolah (Windows School),
usaha kecil menengah, dan profesional. Tujuannya, agar konsumen dapat
membeli versi Windows7 yang lebih murah sesuai kebutuhan.
Penjualan Windows7 dipercaya akan baik sebab pertumbuhan penjualan komputer di Indonesia sekitar 20 persen per tahun, lebih tinggi dari pertumbuhan Asia. Setahun, 2 juta - 2,5 juta unit komputer dijual. Pertumbuhan komputer di Indonesia adalah tercepat di Asia. Pasar Indonesia akan diserbu dengan produk Acer yang dikemas dengan perangkat lunak Windows7.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa sebab terjadinya pembajakan software di Indonesia?
2. Apakah dampak dari pembajakan software bagi Indonesia?
3. Bagaimana upaya Pemerintah dalam meminimalisasi pembajakan software di Indonesia?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sebab terjadinya pembajakan software di Indonesia
2. Untuk mengetahui dampak dari pembajakan software bagi Indonesia
3. Untuk mengetahui upaya Pemerintah dalam meminimalisasi pembajakan software di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual)
''Hak atas Kekayaan Intelektual'' (HaKI) merupakan terjemahan atas istilah '' Intellectual Property Right''
(IPR). Istilah tersebut terdiri dari tiga kata kunci yaitu: ''Hak'',
''Kekayaan'' dan ''Intelektual''. Kekayaan merupakan abstraksi yang
dapat: dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Sedangkan ''Kekayaan
Intelektual'' merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan
daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu,
karya tulis, karikatur, dan seterusnya. Terakhir, HaKI merupakan hak-hak
(wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas Kekayaan Intelektual
tersebut, yang diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku.
``Hak''
itu sendiri dapat dibagi menjadi dua. Pertama, ``Hak Dasar (Azasi)'',
yang merupakan hak mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat. Umpama: hak
untuk hidup, hak untuk mendapatkan keadilan, dan sebagainya. Kedua,
``Hak Amanat/ Peraturan'' yaitu hak karena diberikan oleh masyarakat
melalui peraturan/perundangan. Di berbagai negara, termasuk Amerika
Serikat dan Indonesia, HaKI merupakan ''Hak Amanat/Pengaturan'',
sehingga masyarakatlah yang menentukan, seberapa besar HaKI yang
diberikan kepada individu dan kelompok.
Sesuai dengan hakekatnya pula, HaKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible).
Terlihat bahwa HaKI merupakan Hak Pemberian dari Umum (Publik) yang
dijamin oleh Undang-undang. HaKI bukan merupakan Hak Azazi, sehingga
kriteria pemberian HaKI merupakan hal yang dapat diperdebatkan oleh
publik.
Undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice,
Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo,
dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun
waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.
Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan
Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai
paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791.
Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya konvensi Paris untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian konvensi Berne 1886 untuk masalah Hak Cipta (Copyright).
Dan Software masuk dalam Hak Cipta yang dilindungi. Hak Cipta adalah
hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pencipta
atau pemegang hak cipta memiliki hak khusus untuk memberikan izin atau
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan
menyiarkan rekaman suara atau gambar dari pertunjukannya.
Pembajakan Software termasuk tindakan pidana yang melanggar Hak Cipta. Ketentuan pidana Hak Cipta, antara lain:
a. Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberikan izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
b. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak membuat, memperbanyak atau
menyiarkan rekaman suara dan atau gambar dari pertunjukannya dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan denda paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
c. Barang
siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta dan
hak yang berkaitan dengan hak cipta dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 150,000.000,00.
d. Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak merusak atau membuat tidak berfungsinya
teknologi kontrol yang dipergunakan untuk mengontrol hak pencipta dan
pihak terkait diancam pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda
paling banyak Rp. 45.000.000,00.
e. Ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta dirampas atau diambil alih negara untuk dimusnahkan.
f. Tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas adalah kejahatan.
2.1.2 Defenisi Pembajakan Software
Tidak
hanya di industri musik, pembajakan terjadi juga di industri yang
berkaitan dengan piranti digital lainnya seperti software. Di indonesia,
pembajakan terjadi tanpa batas. Memang ada aturan hukum yang jelas
untuk melarang pembajakan tersebut. namun tidak ada pelaksanaan yang
jelas dan kontinu untuk menyelesaikan persoalan ini. Paling-paling hanya
berlangsung satu bulan secara serentak dan bulan berikutnya akan muncul
lagi dan tidak ada tindakan yang dilakukan.
Berbagai
pihak mempersoalkan tentang pembajakan. Untuk itu, kita harus
mengetahui terlebih dahulu, apa yang dimaksud dengan pembajakan itu
sendiri. Pembajakan adalah penggunaan file digital yang memiliki hak
cipta untuk sebuah tujuan komersial tanpa membayarkan royalti kepada
pemegang hak cipta.
Nama
lain dari Software disebut juga dengan perangkat lunak. Seperti nama
lainnya itu, yaitu perangkat lunak, sifatnya pun berbeda dengan hardware
atau perangkat keras, jika perangkat keras adalah komponen yang nyata
yang dapat diliat dan disentuh oleh manusia, maka software atau
Perangkat lunak tidak dapat disentuh dan dilihat secara fisik, software
memang tidak tampak secara fisik dan tidak berwujud benda tapi kita bisa
mengoperasikannya.
Jadi, pembajakan software adalah penggunaan
perangkat lunak yang memiliki hak cipta untuk sebuah tujuan komersial
tanpa membayarkan royalti kepada pemegang hak cipta dari perangkat lunak
tersebut, Pembajakan software juga dapat dikategorikan sebagai
kejahatan komputer.
Pengertian kejahatan komputer menurut OECD yang didefinisikan dalam kerangka computer abuse yakni, ‘Any illegal, unethical or unauthorized behavior involving authomatic data processing and/or transmissing of data’, terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut ‘Setiap
perilaku yang melanggar /melawan hukum, etika atau tanpa kewenangan
yang menyangkut pemrosesan data dan/atau pengiriman data’.
2.1.3 Bentuk-bentuk Pembajakan Software
Adapun bentuk-bentuk pelanggaran atas suatu software dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
1. Pemuatan ke dalam hard disk
Perbuatan
ini biasanya dilakukan jika kita membeli komputer dari toko-toko
komputer, di mana penjual biasanya meng-instal sistem operasi beserta
software-software lainnya sebagai bonus kepada pembeli komputer.
2. Softlifting
Yaitu
dimana sebuah lisensi penggunakan sebuah software dipakai melebihi
kapasitas penggunaannya. Misalnya membeli satu software secara resmi
tapi kemudian meng-install-nya di sejumlah komputer melebihi jumlah
lisensi untuk meng-install yang diberikan.
3. Pemalsuan
Yaitu
memproduksi serta menjual software-software bajakan biasanya dalam
bentuk CD ROM, yang banyak dijumpai di toko buku atau pusat-pusat
perbelanjaan, Penyewaan software, Ilegal downloading, yakni dengan men-download software dari internet secara illegal.
4. Penyewaan Piranti Lunak
Dikenal tiga bentuk pembajakan melalui penyewaan piranti lunak:
a. Produk yang disewa untuk digunakan pada komputer di rumah atau di kantor penyewa;
b. Produk yang disewakan melalui mail order;
c. Produk yang dimuat dalam computer yang disewa untuk waktu terbatas.
5. Downloading illegal melalui BBS atau Internet
Terjadi melalui downloading
piranti lunak sah melalui hubungan modem ke buletin elektronik adalah
bentuk lain pembajakan. Pembajakan ini tidak sama dan jangan disalah
artikan dengan penggunaan piranti lunak yang diberikan di public domain, ataupun fasilitas shareware yang digunakan bersama.
2.1.4 Tindakan Pembajakan Software
Di tengah semangat untuk mencintai produk-produk dalam negeri, ada sentimen negatif menyatakan bahwa Indonesia adalah sarang pembajak, khususnya untuk software. Kasus ini memang sangat mencemaskan sebab aksi pembajakan di Indonesia
telah merugikan negara sekitar 70-80 juta dolar AS per tahun. Bahkan
yang lebih ironis, bahwa peredaran perangkat lunak asli atau legal yang
beredar di Indonesia hanya sekitar 12 persen, sedang selebihnya merupakan produk bajakan. Hal ini bisa terus terjadi karena Indonesia
punya nilai pangsa pasar software sekitar 101 juta dolar AS per tahun.
Oleh karena itu, bagi para pembajak ini merupakan surga dan didukung
oleh penegakan hukum terhadap kasus-kasus tersebut masih lemah. Sangat
rasional jika pemberlakuan UU No 19 Tahun 2002 menjadi sangat dilematis
dari sisi konsumen.
Meski Indonesia punya UU Hak Cipta yang melarang pembajakan dan pembelian barang-barang ilegal seperti perangkat lunak (software) komputer, tapi nyatanya pembajakan tetap saja terjadi, dan produknya pun laris manis di mana-mana.
Pembajakan
software berkembang pesat pada tahun 2000 untuk pertama kalinya dalam
lebih dari setengah dekade dan dunia bisnis memakai program hasil
bajakan sebesar 37%.
Disadari atau tidak, pembajakan software di Indonesia
memang marak terjadi, begitu mudah kita mendapatkan software-software
bajakan dengan harga terjangkau di toko-toko penjual software komputer,
bahkan di pedagang-pedagang kaki lima. Kemajuan di bidang teknologi dirasakan turut mempermudah terjadinya pembajakan software.
Meskipun
Indonesia telah mempunyai perangkat hukum di bidang Hak Cipta, akan
tetapi rasanya penegakan hukum atas pembajakan software ini masih
dirasakan sulit dicapai, dan sepertinya pembajakan software di Indonesia
akan tetap terjadi, dan permasalahan ini tidak akan pernah dapat
dituntaskan.
Meskipun
edukasi dalam Gerakan Sadar HaKI telah dilakukan, akan tetapi
sepertinya hal tersebut tidak akan dapat berjalan dengan baik,
pembajakan software sepertinya akan sulit untuk diberantas.
Selain
itu pembajakan masih akan tetap berlangsung karena bagaimana mungkin
para penegak hukum dapat memberantas hal ini jikalau mereka sendiri pada
kenyataannya masih menggunakan software bajakan baik di
komputer-komputer di kantor polisi, kejaksaan maupun pengadilan, yang
dipergunakan untuk keperluan dinas maupun di komputer-komputer pribadi
mereka.
Jika
aparat penegak hukum berkeinginan untuk menegakkan hukum di bidang ini,
maka secara tidak langsung mereka harus menuntut dirinya sendiri,
karena turut pula melakukan pelanggaran. Hal ini tidaklah mungkin,
karena itulah sampai dengan saat ini permasalahan ini tidak akan pernah
berakhir, paling tidak sampai dengan saat di mana semua software yang
dipakai oleh aparat penegak hukum telah berlisensi.
2.1.5 Ciri-ciri Software Bajakan
Menggunakan
software ilegal atau bajakan adalah perbuatan melanggar hukum dan
merupakan perbuatan dosa. Dengan memakai produk piranti lunak bajakan si
pengembang software tidak mendapatkan keuntungan dari jerih payah
pembuatan software sehingga mereka merugi dan bisa hilang keinginan
untuk mengembangkan software lain atau lanjutannya.
Dengan
memakai produk software bajakan, orang jadi ketagihan dan terbiasa
dengan software yang bagus dengan harga yang mahal, namun orang tidak
mau membayar sepeser pun untuk menggunakannya. Sebelum menginstall
program, selidikilah terlebih dahulu apakah software itu legal atau
ilegal.
Berikut ini ciri-ciri software bajakan:
a. Dijual dalam bentuk vcd atau dvd dengan harga yang murah;
b. Bentuk dan kemasan cd atau dvd serupa dengan cd atau dvd lainnya;
c. Dibundel dalam kumpulan software yang nama pengembang tidak sama;
d. Ada serial number (s/n) atau program crack untuk membuka proteksi software;
e. Tidak disertai dongle;
f. Tidak bisa diupdate;
g. Mengalami error atau hang pada jumlah transaksi tertentu;
h. Kadang mengandung virus atau trojan yang berbahaya;
i. Diunduh atau didownload gratis dari situs tidak resmi, dimana situs resmi mematok harga tertentu.
2.2 Analisis Masalah
2.2.1 Sebab terjadinya pembajakan software di Indonesia
Bagi kebanyakan masyarakat pengguna komputer di Indonesia,
pembelian paket perangkat lunak jadi adalah suatu kemewahan. Memang
banyak institusi baik swasta maupun negeri yang mengeluarkan dana besar
untuk pengadaan sistem komputer, tapi jarang ada alokasi dana untuk
pembelian paket perangkat lunak, jadi yang ada adalah dana untuk jasa
konsultan pengembangan sistem komputer.
Karena
itu dana pengadaan perangkat lunak komputer hanya terserap untuk
pengembangan sistem khusus yang dibangun untuk menangani kebutuhan
spesifik institusi yang bersangkutan.
Bagaimana
dengan sistem operasi dan program-program aplikasi umum untuk kerja
penyusunan dokumen sehari-hari? Dapat dikatakan rata-rata PC di
Indonesia menggunakan perangkat lunak hasil tindak kejahatan pembajakan.
Makin
berkembangnya kemajuan tekhnologi sekarang ini, justru semakin
mendukung aktifitas pembajakan itu sendiri. Selama ini, pembajakan
merupakan tindakan pelanggaran hukum yang justru paling kita anggap
lumrah. Tiada barang tanpa bajakannya. Tiada barang yang kita pakai yang
bukan dibeli dari bajakan, atau kita bajak sendiri. Dengan mengkopi CD milik teman, baik, software game,
atau musik, itu pun sudah termasuk membajak. Dan ini sudah menjadi hal
yang sangat biasa kita lakukan dengan tanpa kita sadari bahwa kalau di
negeri yang sadar hukum, sudah dari dulu kita akan dituntut.
Faktor
yang paling dominan adalah faktor ekonomis, dimana orang akan cenderung
memilih software bajakan yang pasti jauh lebih murah dari software yang
berlisensi.
Untuk
perbandingan, harga lisensi Windows 98 adalah 200 dolar AS, sedangkan
software bajakan dapat kita beli hanya dengan harga Rp.10.000,00 saja.
Andaikata di sebuah kantor mempunyai 20 buah komputer yang menggunakan
windows 98, maka biaya yang harus dikeluarkan sebesar 4000 dolar AS atau
senilai hampir 40 juta rupiah. Itu hanya untuk sistem operasinya saja,
belum termasuk program-program aplikasi lainnya.
2.2.2 Dampak dari Pembajakan Software bagi Indonesia
Dari sisi ekonomi, data yang dilansir International Data Corporation (IDC) mengenai Global Software Piracy Study 2008, kerugian yang ditimbulkan kejahatan ini ternyata cukup mengejutkan.
Potensi pendapatan industri perangkat lunak (software)
Indonesia pada 2008 yang hilang mencapai 544 juta dolar AS akibat
maraknya pembajakan. Angka itu melonjak 31 persen dibandingkan tahun
sebelumnya.
Adapun angka pembajakan hanya naik 1 persen menjadi 85 persen, dan menempatkan Indonesia di posisi ke-12 dari 110 negara.
Menurut
studi IDC, 80 persen kerugian dari pembajakan diderita oleh para pemain
lokal dalam industri software, yaitu perusahaan software, industri
software, dan distribusi.
Pembajakan
tidak hanya merugikan perusahaan software lokal, tapi juga merugikan
Negara. Perusahaan software rugi karena produk orisinilnya yang
harganya jutaan rupiah harus bersaing dengan produk bajakan yang
harganya hanya puluhan ribu rupiah. Negara juga dirugikan, karena
software bajakan itu sudah pasti tidak bayar pajak.
Tentang kerugian yang diderita akibat pembajakan ini, Microsoft Indonesia
tidak pernah mendapatkan datanya. Meskipun demikian bukan berarti
kerugian itu tidak bisa dihitung dan menurut data dari studi yang
dilakukan oleh BSA (Business Software Alliance) bahwa
nilai kerugian yang ditimbulkan akibat pembajakan piranti lunak (khusus
untuk kasus di Indonesia) sekitar 197 juta dollar AS untuk semua
perusahaan.
Meski Microsoft sendiri tidak menghitung langsung, tetapi tetap saja merasa dirugikan. Artinya, ada opportunity
yang dihilangkan akibat tindakan yang dilakukan si pembajak. Kalau kita
menggunakan data BSA, bahwa 97 persen piranti lunak di Indonesia adalah
bajakan, berarti porsi kita cuma tiga persen, dan 97 persennya lainnya
masuk ke kantong orang (pembajak). Dari proses wawancara lebih lanjut
akhirnya diketahui bahwa salah satu faktor utama dari maraknya
pembajakan software yaitu karena persepsi yang salah (terlepas dari niat
awal memang membajak).
Intinya,
publik (yang murni tidak tahu) beranggapan bahwa kalau beli software
itu menjadi miliknya. Padahal membeli software itu adalah membeli
lisensi hak untuk menggunakan. Jadi, harus dibedakan antara membeli
lisensi dengan membeli produk yang langsung bisa dikonotasikan sebagai
milik hak pribadi.
2.2.3 Upaya Pemerintah untuk Meminimalisasi Pembajakan Software di Indonesia
Menurut
hasil penelitian terbaru lembaga riset IDC, pada tahun 2008 lalu
tingkat pembajakan software di Indonesia mencapai 85%, atau merangkak
naik dibandingkan 2007 yang berada di angka 84%.
Prestasi
minim ini tentu seakan menjadi tamparan telak bagi pemerintah.
Pasalnya, kalau dirunut ke belakang, sederet program untuk
memasyarakatkan penggunaan software legal di Tanah Air telah digalakkan.
Mulai dari sosialisasi hingga rentetan razia oleh pihak kepolisian.
Bahkan,
pemerintah membentuk tim khusus untuk menangani pelanggaran terkait
HaKI ini lewat kelompok kerja yang diberi nama Tim Nasional
Penanggulangan Pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual (Timnas HaKI).
Tim
tersebut bisa dikatakan sebagai tim bertabur ‘bintang’, sebab
jajarannya diisi oleh deretan menteri dan pejabat setingkat menteri.
Sehingga di awal kelahirannya, tim yang dibentuk berdasarkan Keputusan
Presiden no 4 tahun 2006 itu diharapkan dapat menjadi penyelamat muka Indonesia di mata dunia yang begitu concern terhadap permasalahan HaKI.
Namun, setelah sukses meninggalkan presentase pembajakan 87% menjadi 84% di 2007 — serta vonis kelam Priority Watch List di 2006 — Indonesia kembali menapak jalan mundur berdasarkan penelitian terbaru. Kekecewaannya pun berlipat, kembali ke daftar Priority Watch List USTR dan presentase pembajakan mengalami kenaikan.
Yang
diurus Timnas HaKI bukan cuma soal pembajakan software. Tapi jika
dibandingkan dengan industri lain, seperti industri farmasi, musik, dan
industri lain yang terkait HaKI, industri software terlihat lebih gencar
melakukan aksi kampanye dengan menggandeng pemain industri atau
asosiasi terkait.
Upaya lainnya yang dilakukan pemerintah yaitu:
a. Mengedukasi pengguna perangkat lunak atas keuntungan yang dapat diraih dengan menggunakan perangkat lunak asli;
b. Memersuasi ritel agar menjual perangkat lunak asli;
c. Mengadakan sosialisasi pentingnya penggunaan software asli, BSA dan AutoDesk,
mengadakan seminar ke sekolah dan kampus mengenai software-softwara
yang ada. juga memaparkan kerugian jika menggunakan sotware palsu;
d. Melalui edukasi kepada konsumen maupun penjual software seperti dengan menggelar kampanye Global Fair Play yang serentak digelar di 46 negara termasuk Indonesia. Konsumen perlu mendapat pemahaman yang cukup untuk mengetahui ciri-ciri software asli dan hanya membelinya dari reseller resmi. Sementara perlu kesadaran para penjual software untuk melindungi hak konsumen dengan hanya menjual software legal;
e. Pemerintah
perlu bekerja lebih keras untuk menyadarkan masyarakat dan dunia usaha
agar menghargai hak cipta atau hak atas kekayaan intelektual (HaKI).
Sementara itu, Chief Operating Officer Microsoft Indonesia Faycal Bouchlaghem mengantisipasi pembajakan dengan menawarkan Windows7 untuk berbagai segmen, seperti untuk sekolah (Windows School),
usaha kecil menengah, dan profesional. Tujuannya, agar konsumen dapat
membeli versi Windows7 yang lebih murah sesuai kebutuhan.
Pemerintah optimis, penjualan Windows7 akan baik sebab pertumbuhan penjualan komputer di Indonesia sekitar 20 persen per tahun, lebih tinggi dari pertumbuhan Asia. Setahun, 2 juta-2,5 juta unit komputer dijual.
Presiden Direktur Acer Indonesia Jason Lim juga mengakui, pertumbuhan komputer di Indonesia adalah tercepat di Asia. Dia akan menyerbu pasar di Indonesia dengan produk Acer yang dikemas dengan perangkat lunak Windows7.
Selain itu, Microsoft juga akan mengeluarkan produk Office XP dan Windows XP yang memerlukan rangkian "product activation"
online dengan memakai suatu kombinasi kode seri software dan suatu
angka yang dibuat dengan skaning hardware dari komputer seseorang. Jika
seorang pelanggan tidak menghidupkan program, program akan berhenti
dalam beberapa hari. Tetapi, seperti bukti penggandaan "key disk",
metode ini akan membuat frustasi para pembeli yang sah dan seringkali
diatasi oleh pembajakan software besar-besaran. Walaupun Windows XP
belum diliris, tetapi sudah ada program yang dapat di download yang
dapat melumpuhkan copy protection nya.
Perusahaan-perusahaan software telah berusaha untuk membujuk Cina dan
negara-negara lain untuk mempertahankan dan menegakan undang-undang hak
cipta intelektual.
Indonesia juga bisa mencontoh negara lain agar angka pembajakan bisa menurun. Misalnya, China mempunyai ketentuan yang mewajibkan setiap unit PC yang dijual harus dilengkapi dengan "operating system" (OS) legal.
Atau pada 2008, Pemerintah China mengirim surat kepada `internet service provider` agar mereka tidak menjual `software` ilegal.
Solusinya
akhirnya adalah kerjasama dari semua pihak. Pemerintah harus menetapkan
pajak dan harga yang masuk akal untuk dibeli oleh konsumen Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Beberapa penyebab terjadinya pembajakan software di Indonesia
yaitu mahalnya software legal, kurangnya kesadaran masyarakat sebagai
pengguna software, dan kurangnya sikap teladan dari pemerintah dan
aparat hukum untuk menggunakan software yang legal pula.
2. Dampak dari pembajakan software bagi Indonesia yaitu tidak hanya merugikan perusahaan software lokal, tapi juga merugikan Negara. Perusahaan software rugi karena produk orisinilnya yang
harganya jutaan rupiah harus bersaing dengan produk bajakan yang
harganya hanya puluhan ribu rupiah. Negara juga dirugikan, karena
software bajakan itu sudah pasti tidak bayar pajak.
3. Upaya
Pemerintah dalam meminimalisasi pembajakan software di Indonesia yaitu
pemerintah membentuk tim khusus untuk menangani pelanggaran terkait HaKI
ini lewat kelompok kerja yang diberi nama Tim Nasional Penanggulangan
Pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual (Timnas HaKI), Pemerintah juga
mengedukasi pengguna perangkat lunak atas keuntungan yang dapat diraih
dengan menggunakan perangkat lunak asli dengan mengadakan sosialisasi
pentingnya penggunaan software asli dan memaparkan kerugian jika menggunakan sotware palsu.
3.2 Saran
Faktor
pertama yang paling dominan yang menyebabkan maraknya pembajakan
software adalah faktor ekonomis, dimana orang akan cenderung memilih
software bajakan yang pasti jauh lebih murah dari software yang
berlisensi. Dengan
harga mahal tersebut, masyarakat akan berpikir daripada membeli
software legal, lebih baik mereka membeli sandang pangan untuk kebutuhan
sehari-hari. Produsen software tentu perlu memperhatikan hal ini.
Mereka boleh saja beralasan bahwa harga tinggi tersebut terpaksa
dilakukan untuk menutupi biaya produksi dan R&D untuk membuat produk
mereka. Tapi, daripada akan banyak pengguna software yang justru tidak
membayar, bukankah lebih baik mendapat pemasukan meski seadanya daripada
tidak dapat apa-apa. Dengan kata lain, jangan memperlakukan segmen
pasar dengan perlakuan yang sama, karena kemampuan daya beli mereka
berbeda.
Faktor yang kedua adalah adalah masalah kurangnya kesadaran masyarakat dan
dunia usaha untuk menghargai hak cipta atau hak atas kekayaan
intelektual (HaKI). Diperlukan upaya semua pihak untuk menangani masalah
tersebut. Pemerintah perlu mengedukasi masyarakat atas
keuntungan yang dapat diraih dengan menggunakan perangkat lunak asli,
Pemerintah juga harus mengadakan sosialisasi, seminar ke sekolah dan
kampus untuk menjelaskan pentingnya penggunaan software asli dan memaparkan
kerugian jika menggunakan sotware palsu. Pemerintah juga perlu
memberikan edukasi kepada konsumen maupun penjual software berupa pemahaman yang cukup untuk mengetahui ciri-ciri software asli dan hanya membelinya dari reseller resmi. Sementara perlu kesadaran para penjual software untuk melindungi hak konsumen dengan hanya menjual software legal.
Dan
faktor yang terakhir adalah pemerintah harus memberi contoh terlebih
dahulu tentang penggunaan software legal sebelum menuntut masyarakat
melakukan hal sama. Hal ini dapat menjadi dorongan tersendiri buat
masyarakat dan meneladani pemimpinnya karena sudah melakukan hal yang
benar.