Pengantar Ilmu Negara dan Pemerintahan

Pengertian dan Bentuk-Bentuk Negara

Negara? Apa itu negara? Pada dasarnya negara adalah sebuah organisasi. Seperti layaknya sebuah organisasi, negara memiliki anggota, tujuan dan peraturan. Anggota negara adalah warganya, tujuan negara biasanya tercantum dalam pembukaan konstitusinya (undang-undang dasar), sedang peraturannya dikenal sebagai hukum. Bedanya dengan organisasi yang lain, negara berkuasa di atas individu-individu dan di atas organisasi-organisasi pada suatu wilayah tertentu. Peraturan negara berhak mengatur seluruh individu dan organisasi yang ada pada suatu wilayah tertentu, sedangkan peraturan organisasi hanya berhak mengatur fihak-fihak yang menjadi anggotanya saja. Peraturan negara bersifat memaksa, bila ada yang tidak mematuhinya, negara mempunyai hak untuk memberikan sanksi, dari sanksi yang bersifat lunak (denda) sampai sanksi yang bersifat kekerasan (hukum bunuh misalnya).

Sepanjang sejarah manusia hidup di atas permukaan bumi, manusia telah bernegara. Mulai dari negara dalam bentuknya yang paling primitif yaitu negara kesukuan, negara kota, sampai negara kerajaan, negara republik dan negara demokrasi.

Sampai saat ini tidak ada satupun ta’rif negara yang diakui semua fihak. Ahli-ahli ilmu kenegaraan saling berbeda pendapat tentang apa itu negara. Secara sederhana bisa kita katakan bahwa yang dimaksud dengan negara adalah organisasi yang menaungi semua fihak dalam suatu wilayah tertentu. Yang dimaksud menaungi pada kalimat diatas, bisa diartikan menguasai, mengayomi, mengurus atau ketiga-tiganya. Sedang yang dimaksud dengan semua fihak berarti semua orang (individu) atau badan (lembaga, organisasi) yang mendiami suatu wilayah tertentu.
Ketika berbicara bentuk-bentuk negara, maka kita berbicara tentang klasifikasi negara. Dalam mengklasifikasikan bentuk-bentuk negara, para ahli ilmu kenegaraan menggunakan kriteria yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan kriteria siapa yang memerintah dalam negara itu seperti Aristoteles, maka dia membagi bentuk-bentuk negara menjadi:
· Monarki, negara yang diperintah oleh satu orang saja.
· Aristokrasi, negara yang diperintah oleh sekelompok orang.
· Republik, negara yang diperintah oleh rakyat.

Apa yang dimaksud dengan memerintah disini berkaitan dengan siapa yang menentukan hukum. Pada negara yang disebut Monarki, hukum ditentukan oleh satu orang yang diakui-- biasanya raja. Sedang pada negara Aristokrasi, hukum ditentukan oleh sekelompok orang. Dan pada negara yang disebut Republik, hukum ditentukan oleh rakyat.

Istilah Monarki, Aristokrasi dan Republik yang digunakan oleh Aristoteles di kemudian hari mendapatkan ta’rif yang lain di tangan ahli ilmu kenegaraan yang lain. Contohnya menurut Leon Duguit, monarki adalah bentuk pemerintahan (forme de gouvernement) bukan bentuk negara (forme de staat), yang kepala negaranya dipilih dan diangkat menurut garis darah (sistem waris).

Lebih lanjut Aristoteles mengklasifikasikan negara juga berdasar praktek pemerintahannya. Menurut Aristoteles:
· Monarki yang ditujukan hanya untuk kepentingan pribadi penguasanya disebut negara Tirani.
· Aristokrasi yang ditujukan untuk kepentingan sekelompok orang penguasanya saja disebut negara Oligarki.
· Republik yang ditujukan untuk kepentingan penguasa-penguasanya (orang-orang yang diserahi amanat rakyat; wakil rakyat) saja disebut negara Demokrasi.

Di era modern, istilah-istilah yang digunakan oleh Aristoteles banyak yang mengganti peruntukannya. Sebagai contoh istilah Demokrasi, sekarang Demokrasi digunakan untuk menyebut negara yang yang pemerintahannya dilakukan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (seperti yang didengung-dengungkan oleh Soeharto). Negara Demokrasi menjadi salah satu bentuk negara yang didengung-dengungkan oleh Amerika Serikat sekarang ini. Amerika Serikat menjadikan demokrasi menjadi tolok ukur baik atau buruknya sebuah negara. Bagi negeri yang tidak menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam bentuk kenegaraannya akan dikucilkan dari pergaulan internasional. Bagi Amerika Serikat, pimpinan-pimpinan sebuah negara harus merupakan hasil pilihan rakyat, seperti di negaranya. Penentuan hukum-hukum sebuah negara pun harus atas persetujuan rakyatnya, seperti pula di negaranya. Bentuk negara seperti inilah yang sekarang dikampanyekan dan “dipaksakan” oleh Amerika Serikat ke seluruh penjuru dunia. Korban dari “pemaksaan” ini yang sangat jelas adalah Iraq, Afghanistan dan yang terbaru adalah Palestina. Yang lucunya adalah bila pemenang pemilihan umum di sebuah negara adalah musuh Amerika, maka, mau dipilih secara demokratis atau tidak, Amerika akan menurunkannya dengan paksa. Baik itu dengan kekerasan, misalnya dengan agresi militer seperti Iraq dan Afghanistan, atau dengan mengadu domba pemenang pemilu seperti HAMAS[1] dengan FATAH[2] di Palestina, maupun dengan menggunakan cara halus seperti menggunakan kekuatan mahasiswa untuk menggulingkan Soeharto di Indonesia. Sebaliknya, bila sebuah negeri walaupun negaranya tidak memakai prinsip-prinsip demokrasi, tapi penguasanya adalah sahabat Amerika Serikat, maka ia akan disokong oleh Amerika Serikat, contoh negara Arab Saudi.

Di zaman sekarang pun monarki telah banyak pula jenis-jenis istilahnya, ada monarki absolut dan ada monarki konstitusional. Contoh terkenal dari negara monarki absolut adalah negara Perancis pada masa pemerintahan Louis XVI. Sedang negara monarki konstitusional contohnya adalah negara Inggris dan negara Thailand pada masa sekarang. Pada negara monarki konstitusional ada pembedaan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Kepala negara berfungsi sebagai pemimpin negara yang mengesahkan undang-undang, sedang kepala pemerintahan berfungsi pemimpin negara yang menjalankan roda pemerintahan.

Menurut kriteria susunan negara, negara dibedakan menjadi:
· Negara Kesatuan.
· Negara Serikat. Negara yang terdiri dari negara-negara yang semula berdiri sendiri, tapi kemudian menggabungkan diri dan membentuk negara federal (pemerintahan pusat).

Sedangkan menurut kriteria sifat hubungan antar lembaga negara, bentuk negara kemudian dibagi menjadi negara[3]:
· Negara Presidensiil. Negara yang di dalamnya terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas, antara lembaga negara yang satu dengan yang lain tak dapat saling mempengaruhi. Di dalam negara ini ada lembaga negara yang memiliki kekuasaan untuk membuat undang-undang, ada lembaga negara yang menjalankan pemerintahan (undang-undang) dan ada lembaga negara yang mengawasi pelaksanaan undang-undang. Contoh negaranya adalah negara Amerika Serikat (United States of America).
· Negara Parlementer. Negara yang antar lembaga negaranya bisa saling mempengaruhi. Lembaga negara yang membuat undang-undang bisa menjatuhkan lembaga negara yang sedang menjalankan pemerintahan. Sistem kenegaraan yang seperti ini bisa dilihat pada negara Jepang. Diet, parlemen Jepang, bisa menjatuhkan lembaga negara pemerintahan yang dipimpin perdana menteri.
· Negara Demokrasi Murni. Negara yang lembaga negara pelaksana undang-undangnya murni hanya menjalankan program-program pemerintahan (bukan undang-undang) yang dibuat oleh rakyat lewat referendum. Contohnya negara Switzerland (Swiss).

Lalu bagaimana dengan Negara Islam? Sebentuk negara seperti apakah Negara Islam itu? Apakah negara berbentuk Republik berdasarkan hukum Islam? Di mana hukum Islam menjadi dasar dari setiap undang-undang yang dikeluarkan oleh lembaga negara pembuat undang-undangnya. Ataukah ia negara monarki konstitusional dengan berdasarkan konstitusi (dustuur) Islam? Ataukah ia bukan monarki atau republik tapi hanya sebuah negara berdasarkan Islam? Apakah ia negara Teokrasi? Negara yang penguasanya ditunjuk oleh Tuhan? Negara yang penguasanya tidak boleh digugat oleh rakyatnya? Atau Negara dimana hukum Islam menjadi panglima, karena pemimpin dalam Negara Islam bukanlah seorang raja, yang merupakan keturunan raja sebelumnya, bukan pula penguasa yang ditunjuk Tuhan dan tak boleh digugat seperti Paus Katolik? Negara Islam juga bukan negara dimana rakyat berkuasa sepenuhnya, karena undang-undang di Negara Islam harus berdasarkan preposisi-preposisi (khobbar) al Qur’an dan as Sunnah? Majid Khadurri menyebut Negara Islam sebagai Negara Nomokrasi, negara hukum[4].

Peran dan Fungsi Negara
Dalam Islam Negara berperan sebagai lembaga kepengurusan kehidupan manusia bermasyarakat agar manusia bisa menjalankan peran dan fungsinya sebagai khalifah Alloh di muka bumi. Negara berfungsi sebagai:
1. Pengatur kehidupan bermasyarakat orang-orang yang hidup di wilayah kekuasaannya berdasar syari’at Alloh Azza wa Jalla. Contoh yang telah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad di Madinah menunjukkan pada kita bahwa hukum (representasi dari sebuah negara) yang mengikat atau mengatur seluruh fihak di suatu wilayah mestilah sesuai dengan dengan apa yang diturunkan oleh Alloh SWT.. Periksa isi Piagam Madinah!
2. Pelindung keamanan warganegara dan orang-orang yang meminta perlindungan. Piagam Madinah sebagai bentuk riel dari sebuah negara, pada intinya ada untuk menjamin keamanan orang-orang yang bertempat inggal di Madinah. Lihat saja pasal-pasal yang ada di Piagam Madinah.
3. Pendorong kemajuan peradaban kemanusiaan sebagai peradaban khalifah Ilahi Rabbi di muka bumi. Sejatinya apa yang diturunkan oleh Alloh menggariskan bahwa manusia diciptakan oleh Alloh sebagai khalifah Alloh. Piagam Madinah yang berdasarkan apa yang diturunkan oleh Alloh sejatinya mendorong manusia agar bisa menjadi khalifah Alloh. Di sebuah negara yang aman, manusia bisa mengeluarkan segala potensi kemanusiaannya. Negara berkewajiban untuk meningkatkan potensi kemanusiaan itu juga dengan menyediakan pendidikan (pada masa Sayidina Umar ra. guru digaji oleh negara).

Pengertian dan bentuk-bentuk Pemerintahan
Berbicara tentang bentuk pemerintahan, kita mesti faham terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan negara dan perbedaannya dengan pemerintah. Seperti yang telah dijelaskan di awal, sejatinya negara adalah sebuah organisasi. Selayaknya organisasi, maka negara pun memiliki peraturan, selain itu negara juga memiliki sebuah badan yang berfungsi merumuskan, menjalankan dan mengawasi peraturan itu.

Di dalam faham trias politika[5], badan-badan itu dipisahkan menjadi lembaga-lembaga negara tersendiri. Kemudian badan yang melaksanakan peraturan (undang-undang) negara disebut lembaga eksekutif atau pemerintah dalam faham itu.

Sedang dalam tradisi Islam tidak pernah dikenal pemisahan kekuasaan seperti itu. Karena dalam tradisi Islam dikenal prinsip nasihat-menasihati dan prinsip kesetaraan. Siapapun bisa melakukan fungsi pengawasan pelaksanaan peraturan, termasuk rakyat jelata, dan amirul mukminin mesti mau mendengarkannya, karena sejatinya dalam Islam tidak ada perbedaan kedudukan hierarkis. Yang ada hanyalah perbedaaan fungsi organik, amirul mukminin kedudukannya terbedakan dari rakyat jelata hanya karena tugas dia untuk memimpin (mengeluarkan perintah untuk) masyarakat serta menyelesaikan pertikaian, bila ada pertikaian diantara fihak-fihak yang berada dalam tanggungjawabnya.

Pelaksanaan dan pengawasan serta perumusan peraturan negara sejatinya dilaksanakan bersama-sama oleh seluruh warganegara, tentu saja lewat koridor seperti majelis syuro dan keamiran. Maka yang disebut pemerintah dalam Islam merujuk lebih kepada orang-orang yang diserahi tanggungjawab duduk dalam majelis syuro dan keamiran. Sedang negara dalam Islam merujuk kepada pemerintah, rakyat dan hukum Islam.

Adapun dalam melaksanakan pemerintahan, sejarah mengenal pula bentuk pemerintahan sipil dan militer. Pembagian bentuk pemerintahan ini berdasarkan kriteria gaya dan sifat memerintah sebuah pemerintah. Pemerintah sipil adalah pemerintahan di mana gaya pengambilan keputusan diambil dengan gaya sipil. Sebelum sebuah keputusan (undang-undang) menjadi perintah, keputusan itu dibicarakan terlebih dahulu, dirembukkan dan kalau perlu diputuskan lewat pemungutan suara (referendum). Setelah itu pun sebuah keputusan harus menunggu pengesahan terlebih dahulu dari lembaga negara yang berwenang lewat sebuah sidang.

Pemerintahan militer adalah pemerintahan yang lebih mengutamakan kecepatan pengambilan keputusan, keputusan diambil oleh pucuk pimpinan tertinggi, sedang yang lainnya mengikuti keputusan itu sebagai perintah yang wajib diikuti -- konsekuensi rantai komando dalam militer. Sebuah undang-undang dalam sebuah pemerintahan militer dibuat oleh pucuk pimpinan tertinggi, tanpa menyerahkan rancangannya kepada parlemen. Biasanya bentuk pemerintahan militer seperti ini digunakan pada waktu negara dalam keadaan berperang. Pada waktu berperang, biasanya parlemen tidak bisa melaksanakan tugasnya sebagai badan legislatif. Mekanisme sidang parlemen yang memakan waktu banyak tidaklah efisien bagi sebuah pemerintah yang sedang berperang, bayangkan saja bila sebuah undang-undang dibahas oleh parlemen, itu bisa sampai berbulan-bulan sebelum disahkan.

Kalau dalam pembagian bentuk pemerintahan sipil dan militer, termasuk pemerintahan seperti apakah pemerintahan yang pernah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad dan para khulafaurr Rasyidin? Bila mengingat bahwa Negara Islam tidak punya lembaga negara yang khusus membuat peraturan (undang-undang), pemerintahan militerkah yang dipraktekkan nabi dan sahabat yang empat? Apalagi dalam masa pemerintahan Rasululloh di Madinah, serta masa pemerintahan sahabat yang empat, Amirul Mukminin memiliki kewenangan untuk memobilisasi seluruh orang beriman, yang memenuhi syarat, untuk pergi berjihad (dipermiliterkan)??


Peran dan Fungsi Pemerintahan
Pemerintah adalah pelaksana fungsi Negara. Sedang pemerintahan adalah pelaksanaan fungsi negara. Pemerintah dalam Islam berfungsi sebagai Fasilitator rakyat dalam bernegara.

Daftar Pustaka

1. Khadurri, Majid, Teologi Keadilan, Surabaya: Risalah Gusti, 1999.
2. Soehino SH., Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 1985.
3. Kranenburg, Prof. Mr. R.. Algemeine Staatleer. Groeningen,1955.

[1] Harakah al Muqawamah al Islamiyyah, pergerakan perlawanan Islam. Sebuah organisasi rakyat Palestina yang menghendaki kemerdekaan penuh Palestina dan menghilangkan Negara Israel dari peta dunia. Organisasi ini pada pemilu terakhir di Palestina menjadi sebuah partai resmi dan menjadi pemenang. Tapi karena HAMAS tidak disukai oleh Amerika oleh karena sikap tidak mau komprominya terhadap keberadaan Negara Israel, Amerika Serikat kemudian mengembargo semua bantuan internasional pada Palestina. Buntut dari hal itu adalah perang saudara antara HAMAS dan FATAH.
[2] FATAH, organisasi kemiliteran (tentara) Palestina Liberation Organization (PLO = Organisasi Pembebasan Palestina). Organisasi pembebasan rakyat Palestina dari jajahan Israel yang berideologi nasionalis.
[3] Menurut pendapat Prof. Mr. R. Krannenburg. Periksa: Kranenburg, Prof. Mr. R.. Algemeine Staatleer. Groeningen,1955.
[4] Baca Majid Khadurri dalam bukunya yang berjudul Teologi Keadilan terbitan Risalah Gusti, Surabaya, tahun 1999.
[5] Faham ini digagas oleh Montesqiue (Filsuf berkebangsaan Perancis). Faham ini merupakan reaksi atas kesewenang-wenangan pemerintahan raja Perancis. Agar sebuah negara tidak sewenang-wenang terhadap rakyatnya, maka kekuasaan yang dimiliki oleh Negara harus dipisahkan ke dalam lembaga-lembaga Negara yang terbatas kekuasaannya. Ada lembaga Negara yang hanya berkuasa membuat peraturan (undang-undang) disebut lembaga legislatif, ada lembaga Negara yang menjalankan pemerintahan yang disebut lembaga eksekutif dan ada lembaga yang mengawasi pelaksanaan peraturan yang disebut lembaga yudikatif.
Related Article

Tidak ada komentar:

Posting Komentar