A. Pengertian Agraria.
Boedi Harsono membedakan pengertian agraria dalam tiga perspektif, yakni
arti agraria dalam arti umum, Administrasi Pemerintahan dan pengertian agraria
berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria.[4] Pertama dalam perspektif umum,
agraria berasal dari bahasa Latin ager yang berarti tanah atau sebidang tanah.
Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1994, Edisi Kedua Cetakan Ketiga, Agraria berarti urusan pertanian atau
tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah. Maka sebutan agraria atau dalam
bahasa Inggris agrarian selalu dairtikan dengan tanah dan dihubungakan dengan
usaha pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk
kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian
tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikannya.
Di Indonesia sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan
dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian.
Tetapi Agrarisch Recht atau Hukum Agraria di lingkungan administrasi
pemerintahan dibatasi pada perangkat peraturan perundang-undangan yang
memberikan landasan hukum bagi penguasa dalam melaksanakan kebijakannya di
bidang pertanahan. Maka perangkat hukum tersebut merupakan bagian dari hukum
administrasi negara.
Sebutan agrarische wet, agrarische besluit, agrarische inspectie pada
departemen Van Binnenlandsche Bestuur, agrarische regelingan dalam himpunan
Engelbrecht, bagian agraria pad kementerian dalam negeri, menteri agraria,
kementerian agraira, departemen agraria, menteri pertanian dan agraria, departemen
pertanian dan agraria, direktur jenderak agraria, direktorat jenderal agraria pada
departemen dalam negeri, semuanya menunjukan pengertian demikian.
B. Pengertian Hukum Agraria.
Beberapa pakar hukum memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud
dengan hukum agraria, antara lain beberapa disebutkan di bawah ini.
Subekti dan Tjitro Subono, hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan
yang hukum perdata, tata negara, tata usaha negara, yang mengatur hubungan antara
orang dan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan mengatur
pula wewenang yang bersumber pada huungan tersebut.[5]
Prof. E. Utrecht, S.H. menyatakan bahwa hukum agraria adalah menjadai
bagian dari hukum tata usaha negaram karena mengkaji hubungan-hubungan hukum
antara orang, bumi, air dan ruang angkasa yang meliatakan pejabat yang bertugas
mengurus masalah agraria.[6]
Daripada itu, sesuai dnegan Pasal 2 ayat (1) UUPA, maka sasaran Hukum
Agraria meliputi : bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya, sebagaimana lazimnya disebut sumber daya alam. Oleh
karenanya pengertian hukum agraria menurut UUPA memiliki pengertian hukum
agraria dalam arti luas, yang merupakan suatu kelompok berbagai hukum yang
mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam yang meliputi :
1. Hukum pertanahan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti
permukaan bumi;
2. Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
3. Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan
galian yang dimaksudkan oleh undang-undang pokok pertambangan;
4. Hukum perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang
terkandung di dalam air;
5. Hukum kehutanan, yang mengatur hak-hak atas penguasaan atas hutan dan hasil
hutan
Sumber Hukum Agraria.
1. Sumber Hukum Tertulis.
a. Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam Pasal 33 ayat (3). Di mana
dalam Pasal 33 ayat (3) ditentukan :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
B. Undang-undang Pokok Agraria.
Undang-undangg ini dimuat dalam Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960
tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, tertanggal 24 September
1960 diundangkan dan dimuat dalam Lembaran Negara tahun 1960-140, dan
penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara nomor 2043.
c. Peraturan perundang-undangan di bidang agraria :
1). Peraturan pelaksanaan UUPA
2). Pertauran yang mengatur soal-soal yang tidak diwajibkan tetapi
diperlukan dalam praktik.
d. Peraturan lama, tetapi dengan syarat tertentu berdasarkan peraturan/Pasal
Peralihan, masih berlaku.
Sumber Hukum Tidak Tertulis.
a. Kebiasaan baru yang timbul sesudah berlakunya UUPA, misalnya :
1). Yurisprudensi;
2). Praktik agraria.
b. Hukum adat yang lama, dengan syarat-syarat tertentu, yaitu cacat-cacatnya
telah dibersihkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar